Thursday, November 30, 2017

Ada Gula Ada Semut

Success has many father, failure is an orphan.
Kesuksesan mempunyai banyak ayah sedangkan kegagalan adalah yatim piatu.


Peribahasa berbahasa Inggris di atas kalau secara bebas diartikan adalah sebagai berikut. Ketika ada sebuah kesuksesan maka banyak pihak yang mengklaim ada sumbangsihnya di dalamnya. Namun ketika kegagalan tak seorang pun mengakui karenanya. Begitulah kira - kira.

Namun buat saya, peribahasa ini memiliki arti yang lain. Kalau seorang yang sukses itu memiliki teman atau banyak yang mengaku - ngaku temannya. Sedangkan kalau orang gagal temannya sedikit atau banyak tidak mengakui sebagai temannya.

Untuk lebih jelasnya saya beri contoh sebagai berikut. Saya dulu mempunyai seorang teman. Ketika sekolah teman ini hanya fokus pada belajar saja (study oriented) tidak ikut berbagai macam kegiatan ekstrakulikuler. Akibatnya dia tidak memiliki banyak teman. Dia hanya dikenal oleh teman - teman sekelasnya. Berbeda dengan saya yang memang banyak mengikuti kegiatan ekstrakuliker.

Setelah lulus sekolah teman saya ini meneruskan usaha orangnya. Berkat kerja kerasnya, usaha orang tuanya ini berkembang dengan pesat. Cabangya ada di mana - mana. Ketika ini terjadi, maka banyak yang dulu tidak kenal, jadi kenal sama teman saya ini. Bahkan teman saya ini sering minta konfirmasi ke saya .

Teman saya (TS) : San, kalau si ini dulu kelas berapa ya?
Saya (S) : Kelas IPA 2. Memangnya kenapa?
TS : Kemarin kontak gua. Nawarin kerja sama. Kalau menurut Lu, orangnya gimana?

Sebagai contoh kedua adalah tempat saya bekerja sebelumnya. Dulu ketika perusahaan ini masih kecil, banyak supplier bahan baku atau kemasan (packaging) besar yang menolak melayani kami. Untuk janji ketemu saja susahnya setengah mati. Sales represntative - nya menolak bertemu di pabrik di Tangerang karena jauh. Inginnya bertemu di kantor Jakarta saja. Sekarang dengan perusahaan sebesar ini, jangankan salesnya, principle-nya yang orang asing mau bertemu dengan atasan saya. Mereka bela - belain untuk bertemu.

Pernah ada kejadian lucu. Seorang sales manager produk kemasan menawarkan barangnya. Atasan saya meng-skak-mat. "Dulu Bapak enggak ke sini. Saya mau pesen barang enggak di-follow up." Walau pun sudah terpojok, namanya sales, masih bisa berkelit sambil ketawa - ketawa. Bukan sales kalau enggak bisa ngeles, kata teman saya yang seorang sales tulen.

Sebuah kesimpulan yang saya dapat adalah dalam membina sebuah hubungan, pada umumnya orang akan melihat nilai tambah apa (baca materi) yang dia dapat. Semakin besar nilai tambahnya, maka semakin banyak orang yang mau membina hubungan dengan kita. Namun sebagai orang yang baik, kita dalam membina hubungan bukan berdasar atas itu tapi atas dasar nilai - nilai kebaikan.

#DWC30
#Squad 1
#Jilid 10
#Day 5




Wednesday, November 29, 2017

Mengapa Mengikuti 30 DWC?

Selama ini saya selalu mengklaim bahwa menulis adalah salah satu bakat yang saya miliki. Namun apalah artinya sebuah bakat kalau itu tidak diasah terus menerus? Kalau kata Thomas Alva Edison, yang telah menemukan sekitar 3000 penemuan, jenius itu adalah 1% bakat 99% kerja keras. Jadi apalah artinya bakat saya ini kalau tidak ditempa setiap hari. Dan jujur saya sampai sekarang saya belum ada bukti otentik berupa karya yang menunjukkan bahwa saya mempunyai bakat menulis.

Oleh karena itu maka saya memtuskan untuk mengikuti kegiatan 30 hari mencari cinta tantangan menulis atau bahasa Inggris-nya 30 days writing challenge (DWC). Mudah - mudahan dengan mengikuti kegiatan ini saya bisa mengasah bakat saya ini.

Keikutsertaan 30 DWC ini juga terinspirasi oleh keikutsertaan saya dalam kelompok membaca Al - Quran. Dulu saya ingin sekali membaca Al-Quran setiap hari. Mau ikut kelompok satu juz satu hari/ one day one juz (ODOJ) sepertinya belum mampu. Akhirnya saya ikut satu juz satu pekan/ one week one juz (OWOJ).

Mula - mula semuanya berjalan lancar. Semua anggota bisa menyelesaikan targetnya masing - masing sampai negara api menyerang satu titik beberapa anggota tidak konsisten menyelesaikan targetnya. Kemudian diikuti oleh keluar masuk anggota. Dirasa target satu pekan satu juz terasa berat bagi sebagian orang, maka kelompoknya berganti nama menjadi one day one tilawah (ODOT). Targetnya dikembalikan ke masing - masing kemampuan anggotanya yang penting setiap hari kita membaca Al - Quran. Mau satu halaman per hari, mau satu juz per hari yang penting tilawah setiap hari.

Alhamdulillah sekarang kelompoknya masih berjalan dengan baik. Buat saya pribadi dengan mengikuti kelompok ini ada sebuah lingkungan yang bisa menyemangati kita untuk membaca Al-Quran setiap hari. Di kita sedang malas membacanya akan termotivasi kembali ketika ada yang bisa menyelesaikan targetnya. Begitu juga dengan keikutan saya di kegiatan 30 days writing challenge. Saya membutuhkan lingkungan yang mendukung saya untuk mempunyai kebiasaan menulis. Kalau bersama - sama, jalannya terasa lebih ringan dibandingkan sendiri. Karena serigala (kemalasan) hanya memakan domba yang tercecer.

Dengan membentuk kebiasaan yang baik, maka kebiasaan yang baik ini pula yang akan membentuk kita di kemudian hari.

#DWC30
#Squad 1
#Jilid 10
#Day 4



Tuesday, November 28, 2017

Black Operation 02

lanjutan dari sebelumnya

"Kucingnya mana?"
"Tadi aku taruh di ruang setrika." Kata Egi.

Kami berdua bergegas ke ruang setrika. Namun jangankan badannya kucing, suara kucing pun tak ada.
"Kok gak ada Gi?
"Tadi aku taruh sini."
"Kamu nyimpennya di mana?"
"Di dalam kardus."
"Dilakban gak?"
"Enggak."
"Pantes kalau begitu. Kucingnya bisa keluar. Sekarang kita cari ke seluruh asrama. Kamu periksa seluruh ruangan di depan. Saya yang di belakang ya?"
"Ya."

Mulailah kami berpencar untuk menemukan target kami. Aku memeriksa seluruh kamar yang ada di belakang bangunan utama, termasuk kamar mandi dan dapur. Setelah mencari - cari hasilnya nihil, tak ada kucing sama sekali. Karena yakin tidak menemukan apa pun, aku menyusul Egi ke depan. Dia sedang mematung di depan kamar 01.

"Bagaimana Gi?"
"Kucingnya ada di dalam."Jawab Egi dengan suara yang dibuat pelan.
"Kenapa gak masuk?"
"Ada Bang Heldi lagi tidur."Jawab Egi dengan memberi tanda jangan berisik.

Bang Heldi adalah salah satu penghuni senior yang ditakuti. Buat para penghuni baru jangan coba - coba untuk mencari masalah dengannya.
"Bang makan Bang." Tanyaku berbasa - basi menawarkan makan suatu ketika.
"Sini aku makan!" Jawab dia, tangannya mau mengambil piringku.
Tanganku refleks menjauhkan piring dari dia.
"Katanya nawarin makan?"
Aku hanya terdiam. Dalam hati membatin, ini kan cuma basa - basi bentuk kesopanan saja.

Suatu saat aku tidak menawarkan makan. Kapok aku menawarinya, ternyata.
"Eh, mana sopan santun Kau? Masak makan enggak nawar-nawarin?"
Aku hanya terdiam. Mati kutu. Kelar hidup Luh.

"Kok diam aja San?"Tanya Egi yang melihat aku belum masuk juga.
"Gimana ya Gi. Ini kan kamarnya Bang Heldi. Dia kan paling marah kalau dibangunin tidur."
Egi ikut mengamini. Kami berdua sama - sama tidak berani masuk ke dalam.

"Eh, San aku ada ide."
"Apa idenya?"
Egi langsung membisikan idenya ke aku. Idenya cukup brilian.

Kami pun mulai melaksanakan operasi ini dengan ketat. Setiap detik mulai dihitung. Mula - mula Egi, menyiapkan kardus dan lakbannya di ruang setrika. Dia juga menyiapkan motor dengan kuncinya sudah terpasang di belakang siap dikebut.
"Siap Gi?"
Egi menjawab dengan memberikan tanda jari OKE.
Operasi pun dimulai.

"Bang Heldi! Bang Heldi!" Aku berteriak - teriak di depan kamar 01.
"Hei siapa yang berani ganggu aku tidur?"Jawab Bang Heldi dengan marah. Dia langsung keluar kamar."Kamu berani ganggu tidur aku huh?"
"Ada telfon buat Abang."
"Dari siapa?
"Enggak tahu. Tapi kayanya dari cewek."
"Siapa namanya?"Suaranya baru melunak. Bang Heldi ini terkenal kalau soal urusan ini.
"Aduh aku lupa namanya. Coba Abang tengok ke sana."Aku mengajak Bang Heldi ke telfon umum asrama yang ada di belakang dekat dapur. Dia pun mengikuti.

Ketika aku dan Bang Heldi ke belakang Egi, cepat bergerak masuk kamar 01 yang kosong. Dia bertugas untuk menangkap target.
"Eh, mana suaranya?"Tanya Bang Heldi ketika mengangkat gagang telfon.
"Mungkin sudah diputus dari sana Bang. Habis Abang lama kali dipanggil - panggil."Aku coba beralasan padahal memang tidak ada telfon buat dia.
"Kalau gitu aku balik kamar. Nanti kalau ada telfon lagi, kasih tahu aku ya."
"Eh, jangan Bang. Siapa tahu sebentar lagi dia mau telfon. Siapa tahu memang rejeki Abang. Siapa tahu ini telfon dari cewek cantik."Aku mencoba mengulur - ngulur waktu agar Bang Heldi tidak cepat - cepat balik ke kamarnya; supaya Egi punya cukup waktu untuk menuntaskan misinya.

Bang Heldi mau menunggu telfon berikutnya. Dalam hati aku deg - degan sambil berharap agar Egi cepat mendapatkan kucingnya.
"Halo Bang Heldi!" Egi melambaikan tangan ke kami berdua terus berbelok ke ruang setrika. Alhamdulillah, sepertinya operasi berjalan dengan lancar.
"Wah Bang. Kayanya belum rejeki nih."Kataku membuka kembali percakapan."Nanti kalau ada telfon lagi, saya janji minta nama sama nomor yang bisa dihubungi."
Bang Heldi tidak menjawab apa - apa. Dia langsung menuju kamarnya.

Tanpa buang - buang waktu, saya segera menuju ruang setrika.
"Gimana Gi?"
"Berhasil." Jawab Egi sambil menunjukkan kardus yang sudah diberi lakban kuat-kuat."Pegang San!" Dia menyerahkan paket berisi kucing kepadaku.

Egi mulai menstarter motor pinjamannya. Begitu menyala aku langsung duduk membonceng di belakangnya. Dengan kecepatan penuh kami menuju pasar untuk mengamankan korban.
"GI! PELAN -PELAN AJA! ENGGAK USAH NGEBUT!"Teriakku agar suaraku terdengar oleh Egi diantara bisingnya suara motor.
"JUSTRU HARUS NGEBUT!"
"KENAPA?"
"KUCINGNYA EEK DI KAMAR BANG HELDI!"
Kelar hidup Luh!

#DWC30
#Squad 1
#Jilid 10
#Day 3
 




Monday, November 27, 2017

Black Operation 01

"San, Kamu sudah baca tulisan di papan pengumuman di ruang tengah?"Tanya Egi teman sekamarku di asrama mahasiswa tempatku kuliah. Sore yang awalnya mau istirahat jadi urung karena pertanyaan Egi.
"Belum." Jawabku pendek. Aku baru saja pulang dari kampus dan hari ini kuliahku tidak terlalu menyenangkan. Aku tidak berhasil menjawab satu soal pun ujian termodinamika kimia. Ini berarti aku harus mengulang tahun depan.
"Kita disuruh membuang kucing."
"Bukannya sudah dibuang sama Nurman hari minggu lalu?"
"Iya. Tapi kucingnya balik lagi."
"Apa?"
"Konyolnya kucingnya balik ke asrama, sebelum Nurman sampai asrama. Habis dia dibully penghuni. Sekarang tinggal kita yang belum mengerjakan tugas."

Aku, Egi dan Nurman adalah penghuni baru di asrama ini. Penghuni baru adalah calon anggota dari asrama. Sedangkan penghuni adalah istilah mereka yang sudah menjadi penghuni tetap. Tugas utama penghuni baru adalah melaksankan tugas - tugas keseharian asrama. Penghuni baru harus paling terdepan dalam menyelesaikan masalah asrama. Seperti halnya masalah kucing. Kalau telat atau gagal dalam melaksanakan tugas maka siap - siap saja dibully oleh seluruh penghuni. Mulai dari tulisan - tulisan penghuni pada papan pengumuman di ruang tengah atau teguran langsung. Dari mulai yang halus sampai yang kasar.

"Memang dia buang kemana?"
"Ke pasar dekat sini."
"Pantas saja balik lagi. Itu kan deket banget!"Kataku sambil menahan kesal.
Aku dan Egi langsung terdiam. Kami berdua memikirkan tugas berat ini.

"Jadi gimana San? Kalau aku sih gak tega harus buang kucing."Egi mulai membuka pembicaraan.
"Sama Gi. Saya juga begitu. Tapi kalau kita enggak kerjain, bagaimana nasib kita?"
Aku dan Egi menarik nafas dalam - dalam bersamaan.

"Hasan! Egi!" Terdengar suara Bang Arman menganggetkan kami berdua. Bang Arman adalah salah satu penghuni yang cukup senior alias kuliahnya yang belum kelar - kelar.

Buru - buru aku dan Egi keluar kamar.
"Coba kelian lihat! Ini eek kucing dimana - mana?"Nadanya tetap nada tinggi. Aku dan Egi hanya terdiam."Kapan kelian mau buang itu kucing hah? Kapan?"

"Iya Bang. Nanti biar saya sama Egi yang buang."
"Eh ada apa ini?" Muncul Mas Anang yang baru pulang.
"Ini, mereka belum mau buang kucing jahanam itu!"
"Bukan enggak mau Bang, tapi belum sempat."Egi membela diri.
"Ah..jangan banyak bicara."
"Kapan kalian mau buang. Kemarin kucing itu makan jatah makan malamku."Kata Mas Anang."Kalian mau ganti gak?"
Saya dan Egi makin terdiam sambil menunduk.

Tiba - tiba tiga penghuni lainnya baru kembali dari aktivitasnya masing - masing. Mereka ikut nimbrung menginterogasi kami soal perkucingan. Adzan maghrib dari masjid kampus telah menyelamatkan kamu dari cobaan ini. Saved by Adzan.

"Pokoknya misi ini harus berhasil."Kataku pada Egi keesokannya setelah pulang kuliah. Kebetulan jadwalnya tidak terlalu padat.
"Iya, Aku juga enggak mau kayak kemarin."
"Kamu sudah pinjam motor Gi?"
"Sudah."
"Oke mari kita bergerak."

bersambung

#DWC30
#Squad 1
#Jilid 10
#Day 2





Cerita Macet Seperti Biasanya

Seharusnya jam 20.15 saya sudah meninggalkan pool travel baraya Ciledug Petukangan menuju Bandung. Namun, sampai jam dinding kantor Baraya menunjukkan 20.00 saya masih belum beranjak sedikit pun.

Menurut petugas kantornya, mobil travel yang menuju Jakarta terjebak macet. Ada truk kontainer yang terbalik di jalan tol lingkar luar Jakarta atau JORR. Ditambah lagi dengan hujan lebat yang turun sedari sore tadi. Lengkap sudah malam itu.

Difikir - fikir ini menambah jam telat yang sudah "biasa" terjadi karena jalur "neraka" dari Jati Asih ke Cikarang Utama karena ada pembangunan Jalan tol Jakarta-Cikampek II.

Kapan ya kita bisa menikmati perjalanan tanpa berteman akrab dengan macet? Baik macet yang disebabkan oleh hujan atau banyaknya kendaraan pribadi.

Macet seperti sebuah "kutukan" bagi kota - kota besar di negara  seperti Indonesia. Dan menanggulangi macet menjadi salah satu janji kampanye calon penguasa yang menggugah selera pemilih sekaligus bahan makian dan ujaran negatif jika tidak ditunaikan.

Karena sudah beberapa kali ganti gubernur saya setuju bahwa menyelesaikan masalah macet memang bukan pekerjaan mudah dan sebentar. Butuh kerja keras yang terus menerus, kemauan yang kuat bukan sekedar komoditas serta dukungan semua pihak.

Sekarang mari kita bagi mana porsi pemerintah mana porsi kita. Biarkan porsi pemerintah dikerjakan oleh pemerintah. Pemerintah menyediakan Mass Rapid Transportation (MRT), kereta cepat, regulasi ganjil genap dan lain sebagainya. Kalau porsi kita, seberusaha sesedikit mungkin menggunakan kendaraan pribadi. Menggunakan bus transjakarta, naik kereta dan angkutan umum lainnya. Saya juga lebih memilih naik travel daripada membawa kendaraan sendiri.

Namun bagaimana pun porsi kita kerjakan, tetap saja porsi pemerintah pemerintah yang terbesar. Seperti diberlakukan bus Transjakarta pertama kali. Banyak orang mendukung. Siapa sih yang tidak ingin berkeliling Jakarta dengan cepat, nyaman dan murah? Namun karena pengadaan tidak didukung sterilisasi jalur bus transjakart (bus way) dan penghilangan trayek kendaraan umum yang sama maka kondisinya kembali semula. Saya pernah naik bus regular yang memakai jalur bus way dan bus transjakarta memakai jalur bus regular (tepok jidat).

Makanya siapa pun pemerintahnya, kalau mau mengurai masalah kemacetan kami dukung 100% karena ingin hidup kami lebih berkualitas.

#30DWC#Day1#Squad 1#Jilid 10

Tuesday, November 21, 2017

Back To Bandung


Bandung saya kembali. Rasanya saya tidak percaya bisa jadi urang Bandung deui. Sebelumnya Bandung adalah masa lalu buat saya. Saya pernah mencoba "berbuat sesuatu" dan berniat jadi orang Bandung. Namun Setelah dua tahun berjalan dan hasilnya NOL BESAR saya memutuskan untuk pulang kampung.

Karenanya setiap ke Bandung karena keperluan ini itu adalah seperti melihat "kekalahan" saya sekaligus penolakan kota ini.