Thursday, January 25, 2018

Berdoa

Setiap kita berdoa, berusahalah untuk memunculkan sebuah pertanyaan : apakah kita berharap bahwa doa-doa kita ingin diijabah oleh Alloh Subhana Wa Taala?

Kalau iya. Mengapa kita berdoa dengan kondisi mulut dan fikiran tidak sinkron. Kita hampir-hampir tidak mengetahui apa yang sedang dibaca mulut.

Kalau memang iya. Mengapa kita tidak berdoa dengan roja dan khauf? Campuran antara berharap dan ketakutan atas status sebuah doa. Kita berharap dikabulkan dan ketakutan kalau tidak dikabulkan.

Memecahkan Masalah Tanpa Masalah

Ini namanya bisnis yang saling melengkapi. Satu toko handphone. Sebelahnya tempat gadai. Apa saja bisa digadaikan termasuk hand phone.

Kalau kita kebanyakan duit kita beli handphone ke toko handphone. Kalau enggak punya duit kita gadaikan handphone.
Pernah tidak satu kejadian seseorang baru saja membeli handphone terbaru. Baru keluar dari toko dia mendapat kabar buruk: orang tuanya masuk rumah sakit dan butuh biaya. Karena tidak ada uang yang tersisa maka dia langsung ke tempat gadai. Menggandaikan handphone yang baru dibeli.

Lebih Baik Dingin dari pada Panas

Tetangga seberang rumah saya hebat sekali. Walau pun sudah sepuh, tetapi masih mengusahakan sholat berjamaah di masjid. Dengan diboncengi anak laki-lakinya dia pergi menuju masjid. Mau sholat maghrib atau subuh yang dingin dia tetap berangkat.

Solusi Yang Promosi

Seorang pengemudi ojek online sedang mengeluhkan kota yang selalu macet.
'Harusnya pemerintah mengadakan satu hari tanpa kendaraan pribadi. Biar gak macet. Terserah harinya apa aja.'Katanya memberi solusi.
'Hebat juga idenya.'Kata saya dalam hati. Jarang-jarang loh ada yang mempunyai fikiran seperti ini.
'Caranya gimana Pak? Kan belum semua kota mempunyai transportasi publik yang bagus.'Saya bertanya.
'Ya semuanya naik ojek online.'Jawabnya dengan tenang. Pandangan mata ke depan dengan tatapan wajah nyaris tanpa dosa.
Pengen saya keplak kepalanya. Ini mah lagi promosi namanya.

Mendengar Lagu Kebangsaan

Hati ini masih bergetar ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan oleh anak-anak SD negeri dekat mess. Terbayang bagaimana suasana kebatinan para founding fathers dan pahlawan kita membuat lagu dan lirik yang luar biasa ini.
Isi dari lagu kebangsaan adalah cita-cita sebuah bangsa bagaimana mereka seharusnya menjadi. Dan setiap kita menyanyikannya kita bisa tahu cita-cita mana yang sudah terwujud dan mana yang belum.
Ketika hati bergetar ketika mendengar lagu ini, apa yang kita fikirkan? Apakah bangsa yang Kita cita-citakan sudah terwujud atau belum?

Hampir

'Maaf Pak.' Katanya. Sepeda motor yang kami naiki hampir menabrak mobil bak terbuka yang sedang parkir di pinggir jalan.
Motor berhenti sebentar.
'Kenapa Pak?'Tanya saya tak kalah kaget.
'Saya teh lagi bingung. Tadi rumah sudah dikunci atau belum ya?'Tanyanya dengan wajah bingung.
'Yeeee meneketehe'

Bantingan Yang Hebat

'Istri Bapak kerja?' Tanya saya ke pengemudi ojek on line. Sekedar pengisi kekosongan ketika berkendara.
'Mmmm. Bisa dibilang kerja, bisa dibilang enggak' Jawabnya.
'Kok bisa?Memang kerjanya apa?'
'Di bidang sport. Dia pelatih judo.'
'Bapak bisa judo?'
'Enggak.'
'Hebat Bapak.'
'Kenapa?'Tanyanya heran.
'Bapak bisa menaklukan seorang pelatih judo.'
Sang pengemudi tertawa.
Saya membayangkan "bantingan" macam apa yang telah dia berikan sehingga mau diperistri olehnya.

Tanpa Qunut Tanpa Ribut

Subuh kali ini terasa "berbeda". Beberapa pengurus yang suka gantian menjadi imam tidak hadir. Seluruh jamaah saling berpandangan. Yang melaksanakan sholat sunah qabliah subuh sudah selesai semua. Sebentar lagi iqamah akan dikumandangkan tanda sholat berjamaah akan dimulai.

Tanpa dikomando pilihannya jatuh kepada seorang anak muda. Penampilannya cocok menjadi imam pengganti. Mengenakan peci putih serta koko yang bersih dan licin.
"Tapi saya biasa enggak pake qunut?" Kata dia. Musholla ini biasa membaca doa qunut.
"Gak apa-naa"Jawab jamaah.

Sholat subuh pun tertunaikan dengan baik. Tidak ada yang protes.

Sunday, January 21, 2018

Seperti (Memang) Sebuah Keluarga

Pas pertama kali gua ke pabrik gua iseng-iseng bertanya ke salah seorang karyawan yang ada di bagian quality control
"Mbak sudah berapa lama kerja di sini?"Tanya gua.
"Sudah lima tahun Pak."Hehe gua dipanggil 'bapak'. Nikah aja belum.
"Apa sih yang bikin betah kerja di sini?"
"Di sini semuanya udah kayak keluarga aja."

Hmmm. Emang sih gua rasain di sini rasa kekeluargaannya tinggi banget. Gua bisa lihat owner-nya biasa bertegur sapa dengan para karyawan dengan berbagai level. Atau kita bisa ngobrol dengannya tanpa kita sadari kalau dia itu yang punya perusahaan ini. Terus juga antar departemen tuh enggak ada persaingan saling menjatuhan gitu. Semuanya dikerjakan secara gotong royong.

Eh, gua ulangi lagi. Di sini memang sebuah keluarga besar. Memang benar-benar sebuah keluarga. Bukanya hanya merasa sebagai keluarga saja. Selama beberapa waktu di sini gua udah kenal beberapa orang karyawan yang kalau difikir-fikir lagi ada hubungan keluarga. Misalnya :
1. Mbak Tari bagian penimbangan punya suami di bagian printing.
2. Pak Kariman operator senior di gudang packaging punya keponakan sebagai admin di gudang packaging.
3. Teh Ilah di filling punya suami, Mas Sugi di bagian labelling. Dan dia juga punya adik di produksi sebagai admin. Dan adiknya itu punya suami sebagai operator gudang raw material.

Ini baru sedikit contoh. Belum contoh-contoh yang lain. Terus kalau Lu mikirnya ada hubungan keluarga, pasti ada yang membentuk keluarga baru kan?

Berbeda dengan kebanyakan perusahaan, di sini tidak diharamkan jatuh cinta menikah sesama karyawan. Malah ada salah satu atasan yang menganjurkan. Karena kalau ada karyawan, terutama perempuan, menikah pasti dia akan ikut suaminya. Kalau suaminya sama-sama karyawan di sini satu aset perusahaan telah terselamatkan. Jadi kalau Lu di sini mendapatkan jodoh di sini dan menikah maka Lu enggak usah takut untuk resign dan mencari pekerjaan baru.

Sebenarnya kita beranak-pinak (dari pada gua bilang berkembang biak) di sini tidak lain tidak bukan karena kita mengikuti para pimpinan perusahaan. Gua bekerja di perusahaan milik sebuah keluarga. Di sini yang menjadi komisarisnya adalah Ibu. Yang menjadi Direkturnya adalah Bapak. Yang menjadi manager-managernya adalah anak-anak beserta para menantunya. Jadi kalau meeting direksi adalah meeting keluarga. Membahas masalah perusahaan adalah membahas masalah keluarga. Maaf ya Pak Bu, kalau kebetulan baca blog.

Dan memang benar kejadian, bahkan banyak kejadian karyawan yang jadian sama karyawan lain. Bahkan kejadiannya tidak hanya sesama departemen atau level yang sama. Ada bagian produksi menikah dengan bagian maintenance. Ada bagian PPIC menikah dengan karyawan Purchasing. Ada bagian RND menikah juga dengan Purchasing. Eh, kenapa banyakan dari Purchasing ya? Mungkin karena mereka jago menawar harga mereka juga jago menawar cinta (ceile).

Yang gua bayangin adalah bagaimana cinta mulai tumbuh. Kalau kata pepatah dari mata turun ke hati. Mungkin ini dari meeting turun ke hati. Pada mulanya mereka meeting membahas permasalahan bahan baku. Lama-lama menjadi meeting permasalahan bahan rumah tangga.
"Mbak aku membutuhkan bahan baku untuk membangun rumah tangga. Bahannya sudah ada yaitu aku dan kamu."
Mungkin begitulah kira-kira yang terucap. Suit suit.

Kalau acara nikahannya juga jadi seperti acara perusahaan. Kemarin bertemu di pabrik dengan memakai seragam pabrik, sekarang bertemu dengan pakaian baju batik dan kebaya. 

Namun karena ini sudah keluarga kadang-kadang masalah keluarga ikut kebawa-bawa dalam urusan pekerjaan.
"Pak Mbak Min menolak untuk lembur."
"Kenapa?"
"Soalnya suaminya enggak lembur. Enggak ada temen bareng pulang."
"Apa?" Mereka maunya lembur di rumah ternyata.
 Menghadapi kasus seperti ini, dilematis. Disuruh lembur, dia enggak ada yang ngaterin pulang. Kalau gua yang nganterin bisa masalah baru. Kalau dia enggak lembur masalah produksi. Dan gua nanti disangka ada pilih kasih.

Akhirnya gua telepon atasan suaminya.
"Pak Anton. Suami Mbak Min lembur enggak?"
"Enggak."
"Tolong dilemburin dong."
"Kenapa?"
"Soalnya istrinya lembur."
"Hah?"

Ini adalah hal absurd yang pernah terjadi. Seorang karyawan lembur karena istrinya lembur. Dengan segala modifikasi akhirnya suaminya dipaksa untuk lembur agar istrinya bisa lembur.

Dalam keluarga setiap pemasalahan harus diselesaikan secara kekeluargaan. Begitu juga perusahaan yang sudah kita anggap sebagai keluarga.

Sunday, January 14, 2018

Kita Bukan Tuhan

Kita memang suka 'memvonis' masa depan seseorang. Berdasarkan satu dua informasi di masa kini dengan mudahnya kita menebak nasib seseorang di kemudian hari. Padahal kita bukan Tuhan. Misalnya ketika saya mempunyai seorang teman yang super diam abis, maka saya sudah menebak dia ke depannya bagaimana. Dia mungkin akan kesulitan mendapatkan jodoh dan pekerjaan. Karena kedua hal ini membutuhkan kemampuan bicara alias tidak bisa diam - diam saja.

Waktu itu bagaimana saya tidak berfikiran yang macam-macam tentang dia
karena orangnya mirip kentongan (maksudnya sifatnya, bukan bentuknya seperti kentongan he he he). Kentongan hanya berbunyi kalau dipukul. Teman saya ini baru ngomong kalau ditanya. Itu juga pelan suaranya. Kalau ditanya maka dia cukup menjawab "YA" atau "TIDAK". Kalau bisa sesedikit mungkin dia untuk berbicara.

Dia lebih memilih untuk menggunakan bentuk komunikasi lain selain berbicara. Makanya kami sering menjumpai komentar dia di buku komunikasi himpunan dan mailing list (kalau mendengar istilah mailing list pasti tahu kan saya bukan kids zaman now).

Pernah ada kejadian lucu. Ketika masa penerimaan anggota himpunan, kami harus berkumpul jam enam pagi teng di depan himpunan setiap dua minggu sekali. Kalau ada satu peserta telat maka semua peserta akan kena hukum. Kesalahan satu orang akan ditanggung oleh semua orang. Karena tidak mau menjadi penyebab kesusahan orang banyak, kami semua berusaha untuk datang tepat waktu. Termasuk teman saya ini.

Agar esok pagi tidak bangun kesiangan, teman saya ini minta dibangunkan sebelum jam enam pagi. Dia menuliskan permintaannya ini di atas kertas post it sebagai berikut : Dri, tolong bangunkan saya sebelum jam enam. Dan pesan itu ditempelkan di pintu kamar temannya.

Ternyata teman saya ini bangun kesiangan. Dia pun marah kepada temannya karena tidak membangunkan sesuai permintaan (ternyata bisa marah juga ya). "Kenapa saya enggak dibangunin?"Tanyanya.
"Sudah Gi, kamu sudah saya bangunin," Jawab temannya."Saya sudah tulis di kertas di pintu kamar kamu. Gi, bangun Gi."
Temannya ngerjain dia begitu agar dia mau lebih banyak berbicara ke sesama.

Waktu dia mengerjakan pun tugas akhir membuat kami geleng-geleng kepala. Dia memilih pembimbing yang super diamnya sama dengan dia. Kami bertanya-tanya bagaimana komunikasi diantara mereka berdua. Keduanya sama-sama seperti kentongan. Kalau dua kentongan berkumpul apakah saling memukul agar bisa berbunyi? Dan sepertinya hanya mereka dan Tuhan dan tahu apa yang mereka bicarakan. Dan ajaibnya, tugas akhirnya terselesaikan dan teman saya bisa lulus kuliah juga. Ajaib memang. Dan setelah lulus saya dan teman saya ini pun tidak pernah bertemu lagi. Sampai satu ketika.

Suatu ketika kami berkumpul dalam sebuah acara temu alumni sekaligus kongres organisasi alumni kami. Saya pun bertemu dengan dia. Sepintas tidak ada yang berubah. Dia masih seperti ketika kuliah, tetapi sudah memiliki pekerjaan dan menggandeng calon istri. Widih Berani sekali dia memamerkan calon istrinya he he he.

Singkat kata dia pun menikah dan memiliki anak. Saya dan teman-teman bertanya-tanya dalam hati dan luar hati: bagaimana cara bikin anaknya? Masak mau diem-dieman aja? Walau pun kita tidak tahu bagaimana komunikasinya yang pasti dia sudah terbukti tokcer bisa menjalin kerja sama dengan istrinya. Anak-anaknya sebagai buktinya. Tidak peduli kami, teman-temannya yang kurang kerjaan dan kurang piknik,  terus bertanya tanpa memperoleh jawaban pasti bagaimana hal itu terjadi.

Dengan segala kondisi dia seperti itu, ternyata teman saya bisa survive dalam hidup ini (ceile). Dia bisa memperoleh pekerjaan, dia bisa mendapatkan istri dan mempunyai keturunan. Memang akan ada pertanyaan yang muncul dalam hati : kok bisa ya? Memang kita tidak boleh memvonis masa depan orang dengan hanya bermodalkan satu dua informasi di saat sekarang. Memang kemampuan dan usaha menentukan seseorang di kemudian hari. Tapi ingat masih ada Tuhan yang mengizinkan segala sesuatu itu terjadi di muka bumi. Bisa jadi dia tidak cukup dalam pandangan kita sebagai manusia, namun dia punya doa dan keinginan yang terus dipanjatkannya. Ketika Tuhan menjawab doanya dan berkehendak, maka segala keterbatasannya menjadi tiada ada artinya. Tuhan menghadirkan jalan untuk teman saya ini. Kita memang bukan Tuhan kita hanyalah hamba-Nya yang ingin agar segala keinginan kita sesuai dengan kehendak-Nya.