Success has many father, failure is an orphan.
Kesuksesan mempunyai banyak ayah sedangkan kegagalan adalah yatim piatu.
Peribahasa berbahasa Inggris di atas kalau secara bebas diartikan adalah sebagai berikut. Ketika ada sebuah kesuksesan maka banyak pihak yang mengklaim ada sumbangsihnya di dalamnya. Namun ketika kegagalan tak seorang pun mengakui karenanya. Begitulah kira - kira.
Namun buat saya, peribahasa ini memiliki arti yang lain. Kalau seorang yang sukses itu memiliki teman atau banyak yang mengaku - ngaku temannya. Sedangkan kalau orang gagal temannya sedikit atau banyak tidak mengakui sebagai temannya.
Untuk lebih jelasnya saya beri contoh sebagai berikut. Saya dulu mempunyai seorang teman. Ketika sekolah teman ini hanya fokus pada belajar saja (study oriented) tidak ikut berbagai macam kegiatan ekstrakulikuler. Akibatnya dia tidak memiliki banyak teman. Dia hanya dikenal oleh teman - teman sekelasnya. Berbeda dengan saya yang memang banyak mengikuti kegiatan ekstrakuliker.
Setelah lulus sekolah teman saya ini meneruskan usaha orangnya. Berkat kerja kerasnya, usaha orang tuanya ini berkembang dengan pesat. Cabangya ada di mana - mana. Ketika ini terjadi, maka banyak yang dulu tidak kenal, jadi kenal sama teman saya ini. Bahkan teman saya ini sering minta konfirmasi ke saya .
Teman saya (TS) : San, kalau si ini dulu kelas berapa ya?
Saya (S) : Kelas IPA 2. Memangnya kenapa?
TS : Kemarin kontak gua. Nawarin kerja sama. Kalau menurut Lu, orangnya gimana?
Sebagai contoh kedua adalah tempat saya bekerja sebelumnya. Dulu ketika perusahaan ini masih kecil, banyak supplier bahan baku atau kemasan (packaging) besar yang menolak melayani kami. Untuk janji ketemu saja susahnya setengah mati. Sales represntative - nya menolak bertemu di pabrik di Tangerang karena jauh. Inginnya bertemu di kantor Jakarta saja. Sekarang dengan perusahaan sebesar ini, jangankan salesnya, principle-nya yang orang asing mau bertemu dengan atasan saya. Mereka bela - belain untuk bertemu.
Pernah ada kejadian lucu. Seorang sales manager produk kemasan menawarkan barangnya. Atasan saya meng-skak-mat. "Dulu Bapak enggak ke sini. Saya mau pesen barang enggak di-follow up." Walau pun sudah terpojok, namanya sales, masih bisa berkelit sambil ketawa - ketawa. Bukan sales kalau enggak bisa ngeles, kata teman saya yang seorang sales tulen.
Sebuah kesimpulan yang saya dapat adalah dalam membina sebuah hubungan, pada umumnya orang akan melihat nilai tambah apa (baca materi) yang dia dapat. Semakin besar nilai tambahnya, maka semakin banyak orang yang mau membina hubungan dengan kita. Namun sebagai orang yang baik, kita dalam membina hubungan bukan berdasar atas itu tapi atas dasar nilai - nilai kebaikan.
#DWC30
#Squad 1
#Jilid 10
#Day 5
Kesuksesan mempunyai banyak ayah sedangkan kegagalan adalah yatim piatu.
Peribahasa berbahasa Inggris di atas kalau secara bebas diartikan adalah sebagai berikut. Ketika ada sebuah kesuksesan maka banyak pihak yang mengklaim ada sumbangsihnya di dalamnya. Namun ketika kegagalan tak seorang pun mengakui karenanya. Begitulah kira - kira.
Namun buat saya, peribahasa ini memiliki arti yang lain. Kalau seorang yang sukses itu memiliki teman atau banyak yang mengaku - ngaku temannya. Sedangkan kalau orang gagal temannya sedikit atau banyak tidak mengakui sebagai temannya.
Untuk lebih jelasnya saya beri contoh sebagai berikut. Saya dulu mempunyai seorang teman. Ketika sekolah teman ini hanya fokus pada belajar saja (study oriented) tidak ikut berbagai macam kegiatan ekstrakulikuler. Akibatnya dia tidak memiliki banyak teman. Dia hanya dikenal oleh teman - teman sekelasnya. Berbeda dengan saya yang memang banyak mengikuti kegiatan ekstrakuliker.
Setelah lulus sekolah teman saya ini meneruskan usaha orangnya. Berkat kerja kerasnya, usaha orang tuanya ini berkembang dengan pesat. Cabangya ada di mana - mana. Ketika ini terjadi, maka banyak yang dulu tidak kenal, jadi kenal sama teman saya ini. Bahkan teman saya ini sering minta konfirmasi ke saya .
Teman saya (TS) : San, kalau si ini dulu kelas berapa ya?
Saya (S) : Kelas IPA 2. Memangnya kenapa?
TS : Kemarin kontak gua. Nawarin kerja sama. Kalau menurut Lu, orangnya gimana?
Sebagai contoh kedua adalah tempat saya bekerja sebelumnya. Dulu ketika perusahaan ini masih kecil, banyak supplier bahan baku atau kemasan (packaging) besar yang menolak melayani kami. Untuk janji ketemu saja susahnya setengah mati. Sales represntative - nya menolak bertemu di pabrik di Tangerang karena jauh. Inginnya bertemu di kantor Jakarta saja. Sekarang dengan perusahaan sebesar ini, jangankan salesnya, principle-nya yang orang asing mau bertemu dengan atasan saya. Mereka bela - belain untuk bertemu.
Pernah ada kejadian lucu. Seorang sales manager produk kemasan menawarkan barangnya. Atasan saya meng-skak-mat. "Dulu Bapak enggak ke sini. Saya mau pesen barang enggak di-follow up." Walau pun sudah terpojok, namanya sales, masih bisa berkelit sambil ketawa - ketawa. Bukan sales kalau enggak bisa ngeles, kata teman saya yang seorang sales tulen.
Sebuah kesimpulan yang saya dapat adalah dalam membina sebuah hubungan, pada umumnya orang akan melihat nilai tambah apa (baca materi) yang dia dapat. Semakin besar nilai tambahnya, maka semakin banyak orang yang mau membina hubungan dengan kita. Namun sebagai orang yang baik, kita dalam membina hubungan bukan berdasar atas itu tapi atas dasar nilai - nilai kebaikan.
#DWC30
#Squad 1
#Jilid 10
#Day 5