Manusia pertama yang kutemui adalah seorang bujang lapuk yang belum menikah juga. Di usia kepala empat puluh dia belum menikah juga. Ketika kutanya mau menikah? Dia jawab mau! Karena ingin berbaik hati menolongnya saya meminta seorang teman kerja untuk mencarikan anak gadis yang belum menikah. Kawan yang dimintakan tolong ini pun dengan semangat menanggapinya.
"Kriterianya seperti apa?"Tanya kawan ini.
"Oh, nanti saya tanya sama kawan yang mau menikah ini."Jawabku.
Setelah itu aku pun cepat menghubungi kawan yang sudah berumur ini. Menanyakan kriteria calon pendamping hidupnya.
"Saya ingin calon istri yang kalo bisa bekerja di rumah. Bisa membawa kendaraan. Bisa memasak. Kalau bisa orang ********. Dia menyebutkan salah satu suku di Indonesia.
Alamak banyak kali persyaratannya, kataku dalam hati. Mana ada perempuan yang seperti itu? Namun karena sudah janji, aku sampaikan ke kawan satu yang bertindak sebagai mak comblang ini. Setelah disebutkan kriterianya, dia juga bereaksi sama denganku.
"Wah, kalau kriterianya seperti itu sulit Mas."
Akhirnya kami bubar jalan. Saya pun tidak menindaklanjuti pencarian calon istri untuk kawan bujang yang masih memendam keinginan untuk menikah ini. Difikir-fikir ini orang banyak juga maunya. Kalau usia sudah seperti itu, ada yang mau saja sudah beruntung. Ini minta ini dan itu. Ibarat pepatah, dikasih hati minta jantung. Rasanya
Tipe manusia kedua ini adalah kawan sendiri. Suatu saat, tidak ada angin tidak ada hujan, dia berkata:" Aku ingin ada kayak kerusuhan Mei 98. Karena lagi butuh uang ada orang yang menjual mobil BMWnya hanya ratusan ribu."
Kali ini aku tidak main tahan-tahan lagi. Aku langsung marahi dia. "Kamu egois. Hanya pengen mobil murah, tapi harus mengorbankan orang banyak." Aku benar-benar emosi waktu itu. Dan kawanku langsung terdiam. Dia tidak menyangka kalau aku semarah itu. Dan istriku juga ikut-ikutan marah mendengar cerita ini. "Apakah dia tidak berfikir, kalau salah anggota keluarganya menjadi korban kerusuhan? Apa masih ingin dapat mobil mewah dengan harga murah tapi anggota keluarga menjadi korban?
Kadang-kadang kalau mengingat-ingat dua kawan ini tensi suka ikut-ikutan naik. Seperti halnya sekarang, aku menulis sambil menahan emosi.
0 comments:
Post a Comment