Friday, June 24, 2011

Like Father , (NOT) Like Son

oleh : hasan abadi kamil

Suatu hari seorang bapak menatap anaknya yang masih umur tiga tahunan. Kalau orang bilang lagi "sedeng - sedengnya". Kelakuannya menimbulkan beragam reaksi pada orang tuanya : senang, bangga, kesal dan marah. Namun keempatnya tersebut bermuara pada satu kalimat : kasih sayang.

Sebrengsek - brengseknya orang tua, tidak ingin anaknya brengsek seperti dia. Biarin Bapak aja yang begini, Kamu enggak boleh. Pernah kita lihat seorang ibu yang busananya (maaf) awut - awutan, tapi anak perempuannya sedari kecil dipakaikan jilbab dan dimasukkan ke TPA.

Sebodoh - bodohnya orang tua, tidak ingin anaknya lebih bodoh dari dia. Kalau bisa sekolah tinggi, biar jadi orang. Kalau bisa anak sekolah harus lebih tinggi dari bapaknya. Maka cerita orang tua jual tanah, jual rumah, jual banda, sampai berhutang untuk sekolah anaknya bukanlah cerita dongeng dari negeri antah berantah.

Dulu seorang guru SD pernah bercerita pengalaman mengajarnya di sebuah kampung yang jauh dari peradaban. Salah satu muridnya adalah anak maling yang terkenal di situ. Saking tenarnya, Si Maling sangat ditakuti dan hampir semua rumah pernah disatroninya, kecuali rumah guru anaknya. Ketika dikonfirmasi ke si maling soal ini dia hanya menjawab : bagaimana saya mau nyolong di rumah orang yang dia itu baik sama anak saya. Tidak ngebada - bedain di sekolah. Maling aja masih sadar kalau anaknya perlu sekolah agar pinter dan bener.

Bahkan berdasarkan cerita teman saya, dia dan emaknya bikin sekolah - sekolahan untuk tetangga sekitarnya yang tidak mampu di daerah Bekasi. Setiap sore diajarkan membaca menulis berhitung dan mengaji. Awalnya sekolah - sekolahan ini ingin dibebaskan dari kewajiban membayar iuran rutin. Tapi orang tua anak - anaknya protes; tidak mau. Diwajibin bayar, biar mereka dan anak - anaknya serius soal sekolah ini, begitu alasannya. Akhirnya para murid diwajibkan membayar seribu rupiah setiap minggunya.

Murid - muridnya pun beragam. Salah satu muridnya adalah anak bandar togel. Si anak bandar togel ini mempunyai kesulitan dalam menulis, membaca dan mengaji. Kalau berhitung dia jago banget. Mungkin karena sehari - harinya ikut membantu bapaknya menghitung taruhan togel. Bandar togel aja masih sadar kalau anaknya harus bener dan pinter.

Dan si bapak ini terus memandangi anaknya ini yang sudah tertidur karena kelelahan bermain. Dia berkata : Bapak memang enggak punya apa - apa, tapi Bapak akan mengajarkan kamu kebaikan, kejujuran dan kebenaran dengan keteladanan. Dikecupnya kening si anak hangat.