Saturday, May 18, 2019

Keinginan

oleh : hasan abadi kamil

Pada suatu saat istri saya bertanya : Kenapa sih pulangnya harus selalu larut malam?

Mendapat pertanyaan seperti itu saya menjawab : Kenapa kita pulang kerja kerja selalu larut malam? Dan kadang - kadang membawa kerjaan kantor ke rumah? Semua itu dikarenakan kita selalu menginginkan barang yang lebih murah dan lebih baik.

Mendapatkan jawaban seperti itu, istri saya tertawa. Entah karena lucu, atau karena dia juga turut andil dalam "penentuan" jam pulang suaminya.

Sebagai pekerja di sebuah perusahaan manufacturing, walau pun tidak terlibat langsung dengan produk, sangat menyadari jawaban tersebut. Kesemuanya ini digerakkan oleh keinginan konsumen, termasuk kita. Kita selalu ingin lebih. Lebih murah, lebih bagus, lebih cepat, lebih, lebih memuaskan servicenya dan lebih - lebih yang lainnya. Karena sadar kalau tidak bisa memenuhi keinginan dan harapan dari konsumen, maka jangan harap pekerjaan kita berumur panjang. Memang benar pembeli adalah raja.

Untuk menyikapi dinamika keinginan konsumen itu maka penghasil barang berlomba - lomba melakukan perbaikan di proses produksinya agar selalu efisien dan menghasilkan barang berkualitas baik. Segala macam bentuk pemborosan sekecil - kecilnya harus dihindari.

Kita lihat evolusi dari walkman, yang mungkin sudah masuk museum untuk kalangan anak sekarang tergantikan iphone dan flash disk. Pada awalanya semua mur baut walkman berbeda - beda. Ada yang positif (+) dan ada negatif (-) dan ukurannya berbeda - beda. Untuk memperpecat proses produksi dibuat mur bautnya seragam, sehingga tidak memakan waktu banyak memakai obeng positif dan negatif secara bergantian. Selain itu persediaan mur - bautnya menjadi satu karena hanya ada satu jenis. Tidak sampai di situ, walkman yang diproduksi dibuat tidak lagi menggunakan mur dan baut tetapi dengan sistem knock down, sehingga. Sehingga proses lebih cepat (lebi efisien) dan ada pengurangan biaya produksi karena tidak memakai mur dan baut sehingga barangnya bisa lebih murah dijualnya.

Kita lihat evolusi "penyimpan memori". Zaman dulu, komputer itu segede ruangan besar. Kemudian beralih menjadi PC. Untuk menyimpan data, kita butuh disket yang jumlahnya banyak dengan kapasitas yang sangat kecil. Perbaikan terjadi, disket menjadi flopy disk dengan kapasitas 1.4 MB. Kalau ingin meng-copy file yang besar, harus dikompres, dipecah - pecah atau bawa hard disk komputer. Perubahan terus terjadi, muncullah flash disk. File - file yang demikian besar; film dan lagu hasil download-an internet; dengan mudah dipindah - pindah oleh "sebatang" flash disk.

Contoh - contoh di atas adalah dalam rangka memenuhi keinginan dan harapan dari konsumen. Di satu sisi, hal ini disikapi dengan "inovasi" di tenaga kerja. Untuk menekan angka produksi, ramai - ramai memakai tenaga out sorcing, tenaga kontrak. Jarang sekali pekerja menjadi karyawan tetap. Hal ini agar pihak perusahaan hanya membayarkan sebatas gaji, tanpa tunjangan - tunjangan lain. Ada beberapa perusahaan seperti LG, mengeluarkan semua karywannya setelah itu karyawan - karyawan ini ditawari sebagai tenaga kontrak dengan gaji yang start dari awal lagi. Padahal ada yang sudah bekerja belasan tahun. Atau perusahaan garmen yang selalu rutin "merumahkan" karyawan di bulan puasa untuk menghindari over head dari membayar THR karyawan.

Pada lebaran, masih ada karyawan mini market yang masuk kerja, tukang sampah yang mengangkuti sampah dari komplek. Saya dan istri hanya sepakat : karena keinginan kitalah mereka jadi seperti itu. Ingin consumer goods selalu tersedia dekat rumah, dan komplek tidak bau oleh sampah.

Ini dan Itu

Kalau mau jadi ini, dan tidak mau begitu, harus begini dan jangan begitu. Kalau begini, begini, pasti jadi ini, kalau begitu - begitu pasti itu.
Dengan hanya bermodalkan ini dan itu, maka kita bisa menjadikan begini dan begitu. Tentu tanpa lupa ini dan itu. Jangan begini, jangan begitu.
Kalau sudah tercapai ini, maka ingat jangan begini dan begitu. Ingat untuk untuk tetap seperti dan jangan seperti itu.
Kalau sudah begini, maka ini - itu sudah tidak menjadi begitu.

Beginilah kalau mau menulis ini, itu tanpa begini - begini, malah jadi begitu.

Biar enggak berpersepsi ini itu, lebih baik baca denga ini itu ya.

Ha ha ha

Jalan Buntu

Orang bilang hidup itu pilihan, tetapi terkadang hidup itu bukan satu pilihan, tetapi satu - satunya pilihan yang ada.

Memasak Dengan Hati

"Masakan ibumu selalu terasa enak di lidah," begitu katamu.
"Masak sih? Itu cuma masakan biasa." Jawabku. Kalau difikir-fikir tidak ada yang istimewa dengan masakan ibuku. Yang ia sajikan hanyalah makanan rumahan biasa saja. Tidak ada yang istimewa.

Yang baru saja dimakan oleh aku dan temanku biasa saja. Goreng jengkol, ikan asin, sayur asem dan sambal tomat. Temanku, dengan kondisi seperti itu bisa lebih dapat yang lebih enak dari itu.

"Mungkin ibu kamu memasaknya dengan sepenuh hati. Sehingga apa-apa yang biasa menjadi luar biasa". Engkau berkesimpulan begitu. Aku hanya manggut-manggut tanda setuju.




Beda

Ada beda yang cukup jauh antara saya dan teman saya ini. Kalau saya tidak punya pillihan, teman saya ini mempunyai pilihan. Dan dia memilih yang terbaik.

Kalau saya tidak bisa membeli barang yang bagus, disebabkan karena saya memang tidak bisa membelinya. Saya tidak punya pilihan. Beda dengan teman saya, dia mempunyai uang yang cukup. Memiliki keleluasaan. Namun teman saya ini memilih untuk tidak membelinya kalau tidak membutuhkannya.

Simple Is Beautiful

Apakah kamu tipe orang yang mempersulit hal-hal yang mudah atau mempermudah hal-hal yang sulit?

Biar tidak salah persepsi, pertanyaan ini tidak ada hubungannya dengan pameo di birokrasi pelayanan publik kita : kalau bisa dipersulit mengapa harus dipermudah? Pertanyaan di atas adalah apakah kita termasuk orang yang bisa menjelaskan sesuatu yang sulit dengan bahasa yang sederhana atau sebaliknya? Karena pada prakteknya, sangat sulit untuk menjelaskan sesuatu yang sulit dengan bahasa yang sederhana.

Waktu SMA, guru fisika saya menantang kami semua untuk menjelaskan teori genetika-nya George Mendel ke tukang becak? Pada waktu itu, kami yang sekolah saya saja belum tentu memahami teori tersebut apalagi harus menjelaskan kepada orang yang, mohon maaf, pendidikannya lebih rendah dari kami.

Kemampuan untuk menyederhanakan yang sulit-sulit, bukan berarti dimudah-mudahkan sehingga kehilangan esensinya, namun adalah menunjukkan sejauh mana pemahaman seseorang tentang sesuatu. Imam Syafii seorang salah satu imam mahzab fiqih, ternyata seorang ahli biologi juga. Untuk mengetahui binatang tersebut termasuk mamalia atau bukan, dia berkata coba lihat binatang tersebut. Ada telinganya tidak? Kalau ada binatang tersebut termasuk mamalia. Begitu mudahnya bukan?

Jadi kalau kita ingin bisa seperti itu yang harus dilakukan adalah perdalam pemahaman kita tentang sesuatu. Insya Alloh kita akan bisa menyederhanakan hal-hal yang sulit atau bahasa kerennya adalah membumikannya menjadi nyata.

Pertanyaan selanjutnya adalah termasuk kategori manakan postingan saya ini? Kalau pembaca budiman masih sulit mencernanya maka saya telah menyederhanakannya buat Anda sekalian.