Monday, December 28, 2020

201228 Covid -19

Di penghujung tahun ini masih ada orang-orang yang memaksakan diri untuk berpergian ke tempat-tempat wisata dimana kerumunan berada. Padahal yang kita ketahui grafik covid-19 masih belum melandai dan malah sekarang ada strain baru yang lebih ganas. Ditambah beberapa pihak otoritas menyatakan bahwa kalau berkunjung ke tempat wisata harus menunjukkan hasil rapid test.

Kalau dipikir-pikir mengapa hal ini tetap terjadi pertama himbauan dari pemerintah kurang gencar dan kurang masif. Jadi sense urgency dari bahayanya dan pentingnya untuk menghindari covid ini masih kurang dirasakan. Padahal sudah mau satu tahun. Namun saya pun mengerti karena selain masalah kesehatan ada masalah ekonomi yang harus diperjuangkan. Jadi kalau kata Pak Yasraf Amir Piliang di saat ini muncul bio politik. Satu pihak ingin tubuhnya sehat dan aman dari penyakit dan satu pihak ingin tubuhnya tetap bisa makan; tetap hidup. Memang jadi dilema. Jadi bisa dimengerti kalau pemerintah terkesan seperti setengah-setengah dalam penanganan covid-19. Malah di awal pandemi pemerintah Indonesia memberikan diskon pariwisata untuk menggerakkan ekonomi. Jadi kesimpulan saya ada ancaman yang jauh lebih berbahaya dibandingkan ancaman covid-19 itu sendiri, yaitu masalah keambrukan ekonomi (dan ini jadi membantah klaim pemerintah sendiri sebelumnya yang mengatakan bahwa ekonomi kita baik-baik saja).

Terus kalau dari sisi rakyat Indonesia, mungkin sebagian besar orang sudah mulai bosan dirumah terus. Aktivitas terbatas tidak boleh kemana-mana. Akhirnya mereka pun memutuskan keluar rumah walau pun tahu ancamannya. Hal ini seperti banyaknya orang tua yang mengusulkan sekolah dibuka kembali karena mereka sudah tidak tahan mengajari anak-anak di rumah. Orang tuanya stress ternyata mengajari anak-anak itu tidak mudah dan anak-anaknya juga stress karena orang tuanya lebih galak dibandingkan guru mereka dalam mengajar.

Apa pun keputusannya seyogyanya kita tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Tetap menjalankan 3 M. Memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Karena kita belum tahu kapan ini berakhir dan segalanya harus tetap bergerak.

Thursday, December 17, 2020

Keling akan Tiba Waktunya Bagimu

Memang susah menghadapi kucing yang sedang ABG alias anak-kucing baru gede. Di saat seperti ini baru mengenal namanya kucing betina. Ingin "berkenalan jauh" namun kalah oleh superioritas kucing-kucing jantan yang lebih senior.

Keling sedang memasuki fase ini. Usianya sudah setahun lebih. Setiap malam dia seperti kucing galau. Bolak-balik antara lantai dua dan lantai satu. Antara depan dan belakang rumah. Tidak lupa suaranya yang "pilu" mengaum-aum.

Kalau sudah galau begini, biasanya saya mengambil tindakan "tegas". Saya gendong dan bawa keluar rumah. "Pergi sana temui kucing betina pujaanmu Keling!" Dan dia pun hanya memandangi saya. Kalau dia mau masuk rumah lagi, saya tahan. Saya suruh dia di luar. Mengapa saya tahan, karena kalau dimasukkan dia akan seperti tadi. Suaranya mengaum-aum memanggil kucing betina pujaannya. Mungkin indah bagi dia, namun "berisik" bagi kami hehehe.

Namanya dunia perbinatangan, termasuk kucing yang tingkatannya ditentukan oleh kekuatan otot semata, Keling harus menerima kenyataan kalau dia kalah bersaing merebutkan para betina ini. Jadi Keling harus sering gigit jari dalam hal ini. Untuk menghibur diri dan melupakan kenyataan sejenak dia memilih untuk tidur. 

Ingatlah Keling akan tiba saatnya kamu menang terhadap semua kucing jantan dan menaklukan semua kucing betina di dalam komplek!

Tuesday, December 8, 2020

Kami Adalah Kami

Kita tidak boleh menghakimi seseorang berdasarkan pendidikan, kemampuan ekonomi, dan strata sosialnya. Kita hanya boleh menghakimi berdasarkan apa yang mereka katakan dan mereka perbuat. Makanya jangan aneh ada orang yang naik mobil bagus tetapi masih suka buang sampah sembarangan. Kalau bertemu dengan hal seperti ini, mungkin isi otaknya tertinggal di rumah. Atau sebelum beli mobil, beli otak terlebih dahulu.

Kita boleh berteman dengan siapa saja, namun bersahabat boleh pilih-pilih. Dasar memilih pertemanan macam-macam. Ada karena ekonomi, sosial atau akhlaknya. Dalam bersahabat carilah orang yang baik meski pun dia miskin atau pendidikannya rendah. Karena tidak sedikit orang yang pendidikannya tinggi tetapi masih seperti anak TK kelakuannya atau ada orang ngakunya kota tetapi kampungan.

Kalau kebetulan kita yang menjadi "korban" dalam situasi ini bersabarlah. Karena sesungguhnya kita tidak seburuk itu, kita lebih bagus dari apa yang orang sangkakan.

Mungkin kita mengalami seperti ini, tiba-tiba, anak-anaknya tidak bertegur sapa. Padahal sebelum-sebelumnya biasa bertegur sapa, ngobrol. Ada yang ketika bertemu di rumah orang tua, mempunyai agenda yang banyak sehingga tak ada waktu bertemu kita. Padahal mereka datang jauh dari luar negeri dan hanya beberapa hari. Dan kita yang lebih paham, juga menyediakan waktu dan kesempatan untuk bertemu. Atau ada yang selalu menghindar ketika membuka percakapan. Ketika mencoba membuka hubungan, seolah-olah tak ada pintu. Padahal kita dan dia, kebetulan mempunyai kenalan yang sama, yang bisa dijadikan bahan pembicaraan. Yang paling pahit adalah kalau bicara sama orang lain, kita digambarkan orang yang tidak mau memulai percakapan, padahal kalau bertemu dianya yang diam saja. 

Kami sadar, kondisi ekonomi dan sosial kami jauh banget dengan dia. Pergaulan kami tidak seluas, eh luas sih, cuma pergaulan kita beda kelas dengan dia. Tapi perlu diingat kami tidak pernah meminta apa pun kepada mereka. Karena kalau cuma makan nyicil rumah, menyekolahkan anak dan makan tiga kali kami masih mampu. Serendah itu kah mereka memandang? Oh ya mungkin masa depan kami dianggapnya suram, lingkaran pergaulan kami tidak membawa keuntungan ya sudah. Kami adalah kami. Kami sudah berusaha. Kalau mereka tidak mau, bukan urusan kami.