Tuesday, February 27, 2018

Basa (Yang) Basi

Sebagai orang Indonesia pasti mengenal istilah basa-basi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia basa basi adalah :
1. adat sopan santun; tata krama pergaulan: tidak tahu di --; hal itu dilakukan hanyalah sebagai -- dalam pergaulan ini;
2. ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi, misalnya kalimat “apa kabar?” yang diucapkan apabila kita bertemu dengan kawan;
3. perihal menggunakan ungkapan semacam itu;

Basa-basi biasanya digunakan sebagai pembuka sebelum mengungkapkan maksud sebenarnya. Rasanya tidak sopan, bagi kita orang timur, untuk ngomong langsung; to the point; begitu saja. Apalagi ditujukkan kepada orang baru kenal atau sudah lama tidak jumpa. Ditambah lagi kalau kita mau minta tolong atau pinjam uang (he he he).

Namun yang menjadi permasalahan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan basa-basi. Karena kadang-kadang untuk situasi tertentu seperti kebakaran atau kecelakaan kita tidak memerlukannya untuk minta bantuan orang lain.

Kembali ke waktu yang dibutuhkan, kalau waktunya kurang maka dianggap kurang sopan. Kalau waktunya kebanyakan, dianggap berlebihan. Dua-duanya tidak baik (setidaknya menurut saya).

Pernah, karena memerlukan informasi sekolah yang ada di Bandung, saya menghubungi teman saya yang tinggal di sana. Kebetulan hanya teman kenal saja, bukan teman dekat. Mungkin karena basa-basinya kurang, teman saya ini tidak menjawab setelah saya mengucapkan salam, menanyakan kabar dan mengungkapkan maksud saya. Dia hanya menjawab salam dan alhamdulillah baik, itu saja.

Kalau basa-basinya berlebihan saya pernah mengalami sendiri."ping!" sebuah pesan masuk ke fb massager saya. Pesan dari seorang teman kuliah yang bertahun-tahun tidak pernah bertegur sapa. Mula-mula dia mengetikkan pesan dan menanyakan kabar. Saya pun menjawabnya. Senang juga ada teman yang mau menghubungi saya.

Sebenarnya saya sudah siap dengan maksud sebenarnya dia, namun nyatanya dia menanyakan banyak hal kepada saya. Menanyakan soal pekerjaan, tinggal dimana, berapa jumlah anak dan lain sebagainya. Mungkin memang dia benar-benar ingin mengetahui kabar saya sesungguhnya. Sekali lagi saya merasa senang.

Setelah sekian lama, baru dia bercerita mempunyai dua saudara yang sedang membutuhkan lapangan pekerjaan. Saya pun merasa senang. Saya minta dikirimkan lamarannya ke alamat kantor saya. Kebetulan memang di tempat saya bekerja, sedang membuka lowongan berbagai posisi. Setelah beberapa hal dan salam penutup, pembicaraan kami tutup sampai di situ. Ternyata tidak sampai di situ.

Setelah beberapa bulan, ada pesan masuk di fb massager saya. Ternyata teman saya ini lagi. Seperti biasa dia mengucapkan salam dan menanyakan apakah saya masih di kantor atau tidak. Saya jawab salamnya dan saya katakan bahwa saya sudah pulang. Kemudian dia menyusul pertanyaan berikutnya: rumahnya di mana? Langsung saya tidak balas pertanyaannya. Sejujurnya ketika dia menghubungi, saya sudah siap untuk ditanyakan masalah lamaran saudaranya. Mungkin sudah mengirim lamaran namun belum ada panggilan tes. Hal ini sudah biasa buat saya. Ada beberapa teman melakukan hal yang sama. Saudaranya sudah mengirimkan lamaran namun, belum ada panggilan tes. Kalau ada laporan seperti ini biasanya langsung saya follow up ke bagian recruitment. Minta progress lamaran dari saudara teman-teman saya. Kalau belum dipanggil tes, saya tanyakan jadwalnya kapan. Kalau memang tidak memenuhi kualifikasi ya saya menerima. Setelah itu informasi tersebut saya sampaikan ke teman yang menanyakan. Bagi saya itu hal biasa saja. Bukan sebuah tindakan heroik seperti Superman menghentikan rotasi bumi.

Kembali ke teman saya barusan, saya tidak masalah akan diganggu dengan pertanyaan nasib lamaran saudaranya. Namun saya terganggu dia menanyakan hal yang sama yang sudah dibahas di chat sebelumnya. Berarti ini orang tidak menyimak pembicaraan kami. Untuk lebih yakin bahwa kami sudah membahas hal yang sama, saya harus scroll up dan memang masih ada percakapan itu. Nah ini baru yang namanya basa yang basi. Sekian.



Saturday, February 24, 2018

Lu Enggak Tahu?

Apa sih definisi keren menurut Lu? Mengenal lagu yang sedang hit atau film yang sedang populer. Gua pernah mengalami kedua-duanya.

"Lu dengerin lagu apa?"
"Lagu Mirror?"
"Lagu apaan tuh?"
"Ih, masak enggak tahu sih? Ini lagi nge-hits tahu."
Ya gua enggak tahu sih.

"Anybody watch scandal movie?" Tanya seorang ekspatriat waktu gua menghadiri pertemuan di kantornya di bilangan Kuningan. Hanya sedikit yang mengangguk. Selebihnya, termasuk gua hanya cengar-cengir sambil memandang ke yang lain. Setelah gua cari tahu, Scandal itu judul film seri di televisi kabel berbayar.
"How come?" Lanjutnya dengan wajah keheranan, seolah-olah kita kami adalah sekumpulan manusia dari suku pedalaman yang baru bertemu peradaban.

Apakah dengan kita tidak tahu lagu dan film nge-hits berarti enggak keren dan ketinggalan zaman? Padahal definisi keren sangat variatif dan punya parameter yang berbeda. Sangat temporary.

Sekarang gua tanya bagaimana kalau kejadiannya begini.
"Man Robbuka?" Tanya malaikat Munkar dan Nakir ketika di alam kubur.
"Apaan itu?"
"Kamu tidak tahu?"
"Enggak."
"Jderr!" Sebuah hantaman keras mengenai kepala.

Andai (Kalau Boleh Berandai-andai)

Andai kalau kebelakang itu; buang air besar (BAB) dan pipis/ kencing bisa dititipkan maka akan ada sebuah kebahagian tercipta.
"Bu, saya mau izin ke belakang." Seorang murid meminta izin di tengah-tengah pelajaran.
"Bro, gua boleh nitip gak?" Tanya temennya.
"Boleh. Nitip apa Lu."
"Pipis."
"Gua juga mau nitip." Yang lain ikut berbicara.
"Apa?"
"Buang air besar. Gua lagi mencret nih."
Karena banyak permintaan maka kelas menjadi gaduh. Sang Guru ikut turun tangan.
"Tenang! Semua harap tenang. Masih ada yang mau nitip ke belakang?"Tanya Bu Guru ke seluruh penjuru kelas.
"Tidak Buuu." Jawab murid-murid serempak.
"Ya kamu boleh ke belakang sekarang."
"Ba..baik Bu." Setelah itu dia langsung lari ke belakang. Sedari tadi sudah menahan keinginan buang air kecil dan buang air besar.
Bu Guru pun melanjutkan pelajarannya.

Bagaimana ada seorang kawan dengan inisiatif menawarkan jasa nitip ke belakang.
"Hei kawan-kawan, aku mau ke belakang. Siapa yang mau nitip?"
"Saya! Saya!" Jawab teman-temannya.
"Ya. Saya data dulu ya. Siapa yang pertama tadi ngacung?"
"Saya Mir. Saya nitip pipis."
"Pipisnya mau apa?"
"Pake aroma jengkol. Tadi pagi sarapan nasi uduk pake semur jengkol."
"Berikutnya?"
"Saya nitip buang air besar. Saya lagi susah nih. Dah dua hari enggak BAB."
"Oke. Selanjutnya?"
"Saya. Saya nitip BAB juga."
"BAB bagaimana?"
"BAB-nya lagi lancar."
"Oke. Ada lagi yang nitip? Kalau tidak ada, saya akan ke belakang sekarang."

Namun akan menjadi masalah kalau titipannya tidak sesuai pesanan.
"Mir, Lu bagaimana pesanan gua?"
"Pesanan apa? Gua dah pesenin kok."
"Kok gua masih mules ya?"
"Masak sih? Emang lu nitip apa?"
"BAB sama kencing."
"Ya. Gua kira Lu nitip kencing aja."
"Ah.. gimana Lu. Kalau gitu gua mau ke belakang dah. Udah kebelet nih."
"Eh, Bud gua boleh nitip gak?"
"Nitip apa?"
"Pipis. Gua lagi beser!"


Pertarungan Antara Dua Sambal

Pagi ini saya mengalami sakit perut hebat. Beberapa kali harus bolak-balik ke belakang. Setelah ditelesik ini semua gara-gara perebutan "julukan" pedas antara dua sambal. Sambal kacang dengan sambal terasi.
Kalau mau mencari kambng hitamnya adalah pemilik warung nasi dekat kantor. Ketika saya mu sarapan si empunya warung menambahkan dua jenis sambal itu ke dalam makanan saya.
Karena saya suka pedas, maka disantap semua sambal itu. Dan begini akhirnya.

Biar Tidak Macet

"Ayo, Kita Naik bus biar tidak macet!"
Sebuah iklan terpampang jelas di badan bis antar kota antar provinsi.
Kalau naik pesawat macet gak?

Belum Bisa Jadi Contoh

"Dah ngambil TA belum?"Tanya saya basa-basa ke adik angkatan. Dia pernah menjadi adik mentoring agama di tingkat pertama.
"Saya sudah lulus, Kang. Sabtu besok diwisuda". Jawabnya lempeng.
"Hek!" Saya langsung terdiam karena baru saja mengambil Tugas Akhir.
Dan menit-menit berikutnya terasa lama, karena saya tidak bisa menatap adik mentor saya.
Tempat sampah mana? Saya mau buang muka!

Teman Saya

Saya suka sebel sama teman saya ini. Kalau nge-WA ke saya selalu diembel-embli panggilan "boss". Dan tidak segera dibalas, dia langsung mengatakan saya sombong.
Emang kerjaan gua cuma baca dan bales WA aja? Bathin saya.
Kalau saya balas dan tanya beberapa hal (ceritanya lagi komunikasi yang baik, ngasih feed back) dia jawabnya pendek dan lama juga balasnya.

Ketika Musim Pemilu Tiba

"Kita naik apa?" Tanya Mr H kepada para anak buahnya.
"Adanya angkot Pak."Jawab salah seorang.
"Oke." Jawabnya pendek. Tanpa protes.
"Bapak mau nyalon ya?"Pertanyaan ini terlontar dari anak buahnya. Mr H ini adalah anak dari pemilik perusahaan.
"Enggak. Saya biasa naik angkot."Jawabnya dengan polos.
Dan mereka semua pun pergi naik angkot.

Nih orang sepertinya sering nonton pejabat dan politisi di social media.

Friday, February 16, 2018

Dengan Kekuatan

Sedari tadi seorang ibu berdiri mematung di tepi jalan. Saat itu arus lalu lintas bagitu ramai. Tiba-tiba dia berjalan dan berdiri di tengah-tengah jalan. Tangannya mengacung ke arah kendaraan dengan telapak tangan terbuka. Sontak, mobil-mobil dan kendaraan lainnya langsung berhenti. Bukan sulap, bukan sihir. Bukan kekuatan super atau elektromagnetis. Si ibu itu hanya ingin menyebarang.

Monday, February 5, 2018

Memotivasi Karyawan

Bagaimana caranya agar seorang karyawan bekerja melebihi ekspektasi? Apakah dengan iming-iming gaji dan bonus? Apakah dengan ancaman pemecatan? Dua-duanya bukan jawaban yang tepat.

Seorang karyawan bisa bekerja melebihi ekspetasi; melampui main responsibility-nya dan jam kerja formalnya ketika dia sudah mempunyai motivasi dari dalam dirinya sendiri (inner motivation).

Saya pernah mendengarkan kisah legendaris seorang karyawan Honda mobil. Di Honda setiap karyawan memahami betul arti kualitas. Kualitas adalah kepuasan pelanggan dan yang membuatnya. Pada suatu hari ketika dia sedang ke pusat perbelanjaan dia melihat mobil honda yang sedang parkir. Kondisi mobil tersebut dalam keadaan kotor. Tanpa diminta dan dibayar dia dengan rela membersihkan mobil tersebut sampai bersih. Tak lama kemudian yang empunya mobil keluar dan heran melihat ada orang yang membersihkan mobilnya.
"Kenapa Anda membersihkan mobil saya?"Tanya sang pemilik.
"Saya adalah yang membuat mobil ini. Saya membuatnya dengan kesungguhan. Dan saya tidak rela melihat mobil ini dalam keadaan kotor."Jawab si karyawan Honda.

Seorang karyawan bisa bekerja melebihi ekspektasi ketika mempunyai motivasi yang tinggi. Lebih tinggi dari motivasi terpenuhinya kebutuhan sandang pangan papan. Lebih dari keamanan dan lain sebagainya. Orang bekerja begitu karena mereka mempunyai keinginan menjadi orang besar, menurut Sigmund Freud. Atau mereka mempunyai keinginan menjadi orang penting menurut Jhon Dewey. Jadi kalau orang merasa jadi "orang besar" maka mereka rela melakukan hal-hal tersebut tanpa disuruh dan dihitung itu sebagai lemburan. Jadi kata kuncinya adalah jadikan karyawan itu sebagai orang besar atau orang penting. Maka mereka akan bekerja melebihi main responsibility mereka.

Terus bagaimana caranya agar mereka bisa memiliki keinginan menjadi orang besar atau orang penting? Dalam buku Pemimpin Dalam Diri Anda, karya Stuart R. Levine dan Micahel A. Crom setidaknya ada tiga cara untuk mewujudkan itu:

1. Karyawan harus dilibatkan pada semua bagian prosesk setiap langkah. Kuncinya adalah tim kerja, bukan hirarki.
2. Karyawan harus diperlakukan sebagai individu-individu. Jangan pernah bosan mengakui bahwa mereka sebagai orang penting dan menghargai mereka. Tempatkan mereka sebagai manusia lebih dahulu, dan kemudian sebagai karyawan.
3. Pekerjaan yang bagus harus didorong, dihargai dan diberi rangsangan. Setiap orang pasti memberi respon yang terbaik terhadap harapan-harapan. Jika Anda memperlakukan karyawan seolah-olah mereka mampu dan pintar, mereka akan bekerja dengan sebaik-baiknya.
 Jadi kita bisa memulai langkah-langkah di atas. Jangan pernah menganggap karyawan seperti sumber daya (resources) lainnya seperti uang dan bahan baku. Karyawan juga manusia, punya rasa, punya hati. Jangan samakan denan pisau belati (sambil menyanyi).

Mulailah untuk menjelaskan tujuan dari pekerjaannya dan betapa pentingnya pekerjaan itu bagi perusahaan dan terutama bagi mereka. Libatkan mereka dalam pekerjaan ini, tidak hanya menerima instruksi dari kita. Di tempat saya bekerja ada sebuah contoh nyata. Seorang operator cleaning service yang telah menyadari pentingnya pekerjaannya berusaha mencari cara agar kerjanya lebih baik. Beberapa kali dia mengirimkan sumbang saran (suggestion schema) terkait dengan pekerjaannya. Dia mencari bahan pembersih yang bisa menghapuskan noda yang sukar dibersihkan di dinding. Dia mencari bahan pengganti scrubber yang lebih murah tapi hasilnya tetap sama. Karena kalau beli bahan yang asli harganya mahal sekali. Bayangkan itu dari seorang cleaning service. Bagaimana dengan posisi yang lain.

Perlakukan karyawan seperti orang, maka mereka akan berjalan dengan sendirinya. Memperhatikan hal-hal sisi manusia dari karyawan membuat mereka merasa dihargai. Menyapa mereka, mengetahui nama dan keluarga mereka serta hal-hal kecil lainnya, buat karyawan itu sungguh luar biasa.

Jangan pernah pelit memberikan pujian. Berikan mereka dorongan dan pujian atas pekerjaan mereka. Maka mereka akan bekerja dengan sebaik-baiknya.

So, jadi uang, sandang pangan dan papan memang penting. Tapi menjadi orang besar dan penting itu jauh lebih penting bagi seorang karyawan atau manusia kalau lebih jauh. Ketika ini tertanam dengan kuat maka tunggulah kedahsyatan-kedahsyatan yang terjadi.

Mendadak Manager

Waktu gua ngelamar ke perusahaan ini, harapan gua enggak muluk-muluk amat: Gua cuma pengen diterima kerja. Kalau gua kerja gua punya penghasilan. Gua dah malu minta duit buat jajan sama orang tua.

Udah bamyak perusahaan yang gua lamar. Saking banyaknya gua enggak berapa yang gua lamar. Namun tak satu pun yang membalas surat lamaran gua. Kalau kata kids zaman now, gua di-php-in sama perusahaan ini.

Memang gua akui menghadapi dunia kerja ini modal gua kurang cukup. Gua butuh 6 tahun untuk menyelesaikan kuliah. Lebih lama dibandingkan temen-temen gua yang rata-rata butuh 4-5 tahun. Dan IPK yang diperoleh pun sepadan. IPK gw kurang membuat pede untuk mengirim lamaran kerja ke perusahaan-perusahaan besar.

Setelah menghadapi banyak penolakan dan tak ada panggilan, membuat berfikir realistis. Posisi apa aja bakal gua terima kalau dipanggil perusahaan. Yang penting mendapatkan pengalaman kerja, selanjutnya difikirkan kemudian.

Singkat cerita gua diterima di perusahaan ini. Oh ya perusahaan tempat gua bekerja sekarang adalah sebuah keluarga. Gua hanya diminta mengerjakan psikotest sederhana dan diwawancarai oleh pemiliknya. Dan gua dinyatakan diterima bekerja. Gua juga heran kenapa perusahaan ini mau nerima gua. Kenapa semudah ini?
"Kalau boleh tahu, kenapa saya diterima?" Tanya gua memberanikan diri setelah sesi wawancara selesai.
"Karena Mas Doni cocok sama perusahaan ini." Kata Pak Hadi. Dia ini biasa dipanggil Bapak.
"Oh gitu ya Pak."kata gua sambil tetap enggak ngerti.
"Kapan Mas Doni bisa kerja?" Tanya Pak Harry. Dia anak tertua Pak Hadi. Memegang operasi keseluruhan perusahaan.
"Besok Pak!"Jawab gua saking semangatnya.
"Loh besok kan sabtu?"
"Eh, iya. Hari senin Pak. He he he."

Sedari awal gua emang berniat gua akan menerima apa pun kondisi tempat gua bekerja.  Seburuk apa pun. Karena mencari pekerjaan itu memang susah.

Kalau ketentuan dari awal posisi yang gua lamar adalah sebagai staff produksi. Gua mulai mengisi hari-hari bekerja di pabrik (hihihi akhirnya gua kerja juga). Gua mulai menherjakan tugas rutin sehari-hari. Gua membantu Bu Siti sang manager produksi merangkap manager pabrik.

Pagi-pagi, waktu gua sedang lihat-lihat di shopfloor. Gua dipanggil ke ruangannya Pak Harry.
"Mas Doni, mulai hari ini Mas Doni jadi Manager Produksi ya."
"Apa?"Jawab gua dengan kaget.