Monday, December 31, 2018

Jual Santai


"Saya pasang harga segitu. Kalau Bapak mau silahkan, kalau enggak ya enggak apa-apa. Saya jual santai aja."


Pasti kita pernah bertemu dengan tipe penjual seperti ini : memasang harga pas. Tidak ada ruang untuk tawar-menawar harga. Kalau harganya cocok silahkan ambil, kalau tidak ya tidak apa-apa.

Bisa jadi yang menjadi alasannya adalah kegiatan tawar-menawar hanya membuang-buang waktu untuk margin yang tidak seberapa. Ditambah lagi setelah tawar-tawaran ujung-ujungnya tidak jadi.

Tapi penjual yang satu ini benar-benar berbeda alasannya. Dia melakukan ini karena telah "lelah" menjadi hidup yang sudah-sudah.

Sebelumnya, sebutlah Bapak E, menjalani bisnis penyedia kebutuhan barang-barang alat tulis kantor. Dia biasa menyuplai ke kantor-kantor pemerintahan di daerah Bandung dan sekitarnya. Tahu sendiri untuk mendapatkan tender dia harus "sawer sana sawer sini" (ini istilah dari dia sendiri). Dan dia merasa lelah menjalani ini. Entah peristiwa atau pengalaman spiritual apa yang membuat dia menjadi belok kanan ini, dia tidak menceritakannya. 

Singkat kata akhirnya pelan-pelan usaha ini dia tinggalkan hanya semata-mata untuk hidup lebih tenang dan tidak terlibat dengan kegiatan sawer-saweran.

Ngomong-ngomong dia emang jual apa ke kamu?

Jual rumah.

sumber gambar : pixabay


Instagram


Saya hanya memasang (install) program aplikasi instagram hanya di akhir pekan saja.

Serius?

Mau "duarius" juga boleh. Setelah itu saya akan lepas (uninstall) lagi.


Bagi saya program aplikasi ini sangat melenakan. Dari awalnya hanya ingin sekedar mengetahui kabar dari teman-teman jadi kemana-mana. Banyaknya gambar dan foto yang ditampilkan, memicu keingintahuan dan mengklik sampai akhirnya baru tersadar sudah lebih dari satu jam.

Belum lagi adanya pemberitahuan dari akun-akun (accounts) yang kita ikuti. Seolah-olah memanggil saya untuk mengklik dan mengetahui apa isi pemutakhirannya. Dan bisa ditebak, saya jadi menjelajah kemana-mana. Dan baru tersadar kalau sudah lebih dari satu jam.

Kalau boleh mengibaratkan, instagram ini seperti candu bagi saya. Yang sekali dipakai akan membuat seseorang ketagihan; inging merasakan lagi dan lagi. Kalau tidak dihentikan maka saya akan terus "terjerumus". Jadi saya memilih untuk melakukan ini : memasang di ponsel saya setiap akhir pekan. Dan ketika menjelang hari senin buru-buru saya lepas. Cukup, candumu sudah membuatku terlena.


sumber gambar : pixabay




Thursday, December 13, 2018

Mangga Rasa Tape

Seorang mahasiswa asal Sumatera Utara sedang berlibur di daerah Lembang, Bandung. Ketika dia mengunjungi floating market, pandangnnya tertuju kepada deretan para pedagang yang menjajakan beraneka macam makanan.

Sampai pada satu titik, mata tertahan di penjual makanan yang bentuknya menggugah selera. Namun dia tidak tahu jenis makanannya. Lalu dia bertanya.
"Pak ini apa?" Tanyanya.
"Mangga (silahkan) De."
Mangga? Tapi kok bentuknya tidak seperti mangga. Atau ini mangga yang sudah diiris-iris ya? Kata si mahasiswa dalam hati.
"Ini apa ya Pak?" Dia bertanya lagi untuk menyakinkan.
"Mangg (silahkan) De."

Hmm...berarti ini memang mangga. Karena merasa yakin, dia langsung membeli beberapa potong. Ketika dia memasukkan sepotong ke mulutnya : kok kayak tape bakar ya? Ternyata dia membeli colenak!

Tuesday, December 11, 2018

181211

Biasanya seorang anak perempuan akan berbinar-binar menatap atau menceritakan segala hal tentang ayahnya. Memang sudah dari sononya begitu. Hal ini terjadi dengan mahasiswa yang sedang magang di tempat kerja saya. Yang awalnya hanya datar-datar saja menjawab beberapa trivia dari saya langsung "on" begitu ditanya ayahnya. Dia bercerita ayahnya yang sudah kepala lima dan beratnya 120 kilogram. Yang masih rajin jalan kaki dan makan. 

Entah ekspresi apa yang ditampilkan kalau saya tanya tentang ibunya. Saya mengurungkan niat tersebut. Karena dugaan saya, bapak ibunya telah bercerai. Tentu membuka luka lama.

Saturday, November 24, 2018

Menjadi Blogger Beneran #02

Wahai Hasan, Lu boleh lupa sesuka Lu. Lupa atas nama sibuk atau atas nama apa pun. Lupa karena alasannya lupa. Tapi Lu jangan lupa untuk mengerjakan tiga hal ini :

1. Membaca Al Quran setiap hari. Minimal (isi sendiri ya)
2. Berolahraga (thfnpkhn)
3. Menulis
4. Update Lu punya blog
5. Membaca Buku

Menjadi Blogger Beneran #01

Katanya pengen jadi blogger?

Iya.

Kok, yang tahu Lu jadi blogger cuma Lu doang sih?

Masak sih?

Coba tanya temen-temen Lu. Temen kantor. Temen kuliah. Temen tapi temen.

Bener juga ya. Terus gimana dong?

Ya udah, bikin branding (halah) bahwa Lu itu blogger beneran. Bukan blogger yang cuma dikenal sendiri.

Iya. Iya.

Sekarang, Lu mau ngapain gw tanya?

Untuk menunjang bahwa gua seorang blogger beneran, maka gua akan :
Satu. rajin nge-posting di blog.
Dua. gua pasang status bahwa gua udah nge-post. Setiap hari.

Cakep.


Petugas SPBU Yang Baru

Dalam satu putaran saja, mobil yang saya kendarai memasuki SPBU di bilangan kota Bandung. Karena masih pagi, saya tidak perlu mengantri.

Di sebelah kiri telah berdiri seorang petugas. Tapi dia tidak berseragam. Dia pegawai baru. Mata ini tidak bisa lepas dari yang dia pakainya. Celana panjang hitam yang warnanya menjurus abu, karena saking lamanya. Baju putih lengan panjang yang warnanya sudah bisa dibilang tidak putih dan seutas ikat pinggang yang kepalanya tidak terlalu besar.

"Isi berapa liter Mas?" Katanya masih gugup. Masih baru.
"100,"Jawab saya pendek.

Setelah itu bensin pun mengalir ke dalam mobil. Seperti mengalirnya fikiran saya kemana-mana. Sampai kisah ini ditulis, saya cuma bisa berkata dalam hati: saya masih jauh beruntung.


Sunday, March 25, 2018

Sebelum Belajar Bela Diri

Apa yang sering kita tanyakan ketika pertama kali belajar bela diri? Kita suka menanyakan "kehebatan" dari pada ilmu bela diri yang mau dipelajari. Kita membanding-bandingkan dengan ilmu bela diri yang lain. Biasanya kita bertanya lawan ini menang tidak? Lawan bela diri itu menang, tidak?

Dan kita semangat kalau pelatih/ guru menjawab sesuai yang kita inginkan. Bela diri ini pernah menang lawan ini dan lawan itu. Kita merasa kita enggak salah memilih bela diri ini. Buktinya menang di mana-mana.

Setelah itu kita pun berlatih. Berharap jago seperti cerita-cerita pelatih. Mula - mula kita rajin mengikuti latihan. Setelah sekian lama mulai bolong-bolong. Dan akhirnya kita berhenti; tidak latihan sama sekali.

Kalau sudah begini, bagaimana mau menang sama bela diri ini bela diri itu kalau kita tidak memenangi diri sendiri. Dan satu kesimpulan yang harus dipahami, yang menang dalam pertarungan adalah bukan bela diri ini beladiri itu, melainkan yang rajin latihan.

Pernah saya menonton video beladiri di YouTube. Pertarungan antara dua jenis aliran berbeda. Dalam salah satu scene seorang ahli beladiri, yang dipanggil Master Wong memberikan komentar yang cukup bijak. Dia memandang semua bela diri itu baik. Ketika dalam sebuah pertarungan, kemenangan ditentukan tergantung kondisi petarung. Dan dia berpesan tidak elok kita belajar diri untuk menantang orang lain. Mengajak bertarung hanya untuk membuktikan mana yang lebih hebat.

Bela diri itu dipakai ketika diri Kita, keluarga dan saudara Kita diganggu . Maka di saat itu kita wajib memakai bela diri.

Selalu ada seseorang yang lebih baik dari pada kamu ,di luar sana tidak peduli bagusnya kamu (pepatah China)

Tuesday, February 27, 2018

Basa (Yang) Basi

Sebagai orang Indonesia pasti mengenal istilah basa-basi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia basa basi adalah :
1. adat sopan santun; tata krama pergaulan: tidak tahu di --; hal itu dilakukan hanyalah sebagai -- dalam pergaulan ini;
2. ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi, misalnya kalimat “apa kabar?” yang diucapkan apabila kita bertemu dengan kawan;
3. perihal menggunakan ungkapan semacam itu;

Basa-basi biasanya digunakan sebagai pembuka sebelum mengungkapkan maksud sebenarnya. Rasanya tidak sopan, bagi kita orang timur, untuk ngomong langsung; to the point; begitu saja. Apalagi ditujukkan kepada orang baru kenal atau sudah lama tidak jumpa. Ditambah lagi kalau kita mau minta tolong atau pinjam uang (he he he).

Namun yang menjadi permasalahan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan basa-basi. Karena kadang-kadang untuk situasi tertentu seperti kebakaran atau kecelakaan kita tidak memerlukannya untuk minta bantuan orang lain.

Kembali ke waktu yang dibutuhkan, kalau waktunya kurang maka dianggap kurang sopan. Kalau waktunya kebanyakan, dianggap berlebihan. Dua-duanya tidak baik (setidaknya menurut saya).

Pernah, karena memerlukan informasi sekolah yang ada di Bandung, saya menghubungi teman saya yang tinggal di sana. Kebetulan hanya teman kenal saja, bukan teman dekat. Mungkin karena basa-basinya kurang, teman saya ini tidak menjawab setelah saya mengucapkan salam, menanyakan kabar dan mengungkapkan maksud saya. Dia hanya menjawab salam dan alhamdulillah baik, itu saja.

Kalau basa-basinya berlebihan saya pernah mengalami sendiri."ping!" sebuah pesan masuk ke fb massager saya. Pesan dari seorang teman kuliah yang bertahun-tahun tidak pernah bertegur sapa. Mula-mula dia mengetikkan pesan dan menanyakan kabar. Saya pun menjawabnya. Senang juga ada teman yang mau menghubungi saya.

Sebenarnya saya sudah siap dengan maksud sebenarnya dia, namun nyatanya dia menanyakan banyak hal kepada saya. Menanyakan soal pekerjaan, tinggal dimana, berapa jumlah anak dan lain sebagainya. Mungkin memang dia benar-benar ingin mengetahui kabar saya sesungguhnya. Sekali lagi saya merasa senang.

Setelah sekian lama, baru dia bercerita mempunyai dua saudara yang sedang membutuhkan lapangan pekerjaan. Saya pun merasa senang. Saya minta dikirimkan lamarannya ke alamat kantor saya. Kebetulan memang di tempat saya bekerja, sedang membuka lowongan berbagai posisi. Setelah beberapa hal dan salam penutup, pembicaraan kami tutup sampai di situ. Ternyata tidak sampai di situ.

Setelah beberapa bulan, ada pesan masuk di fb massager saya. Ternyata teman saya ini lagi. Seperti biasa dia mengucapkan salam dan menanyakan apakah saya masih di kantor atau tidak. Saya jawab salamnya dan saya katakan bahwa saya sudah pulang. Kemudian dia menyusul pertanyaan berikutnya: rumahnya di mana? Langsung saya tidak balas pertanyaannya. Sejujurnya ketika dia menghubungi, saya sudah siap untuk ditanyakan masalah lamaran saudaranya. Mungkin sudah mengirim lamaran namun belum ada panggilan tes. Hal ini sudah biasa buat saya. Ada beberapa teman melakukan hal yang sama. Saudaranya sudah mengirimkan lamaran namun, belum ada panggilan tes. Kalau ada laporan seperti ini biasanya langsung saya follow up ke bagian recruitment. Minta progress lamaran dari saudara teman-teman saya. Kalau belum dipanggil tes, saya tanyakan jadwalnya kapan. Kalau memang tidak memenuhi kualifikasi ya saya menerima. Setelah itu informasi tersebut saya sampaikan ke teman yang menanyakan. Bagi saya itu hal biasa saja. Bukan sebuah tindakan heroik seperti Superman menghentikan rotasi bumi.

Kembali ke teman saya barusan, saya tidak masalah akan diganggu dengan pertanyaan nasib lamaran saudaranya. Namun saya terganggu dia menanyakan hal yang sama yang sudah dibahas di chat sebelumnya. Berarti ini orang tidak menyimak pembicaraan kami. Untuk lebih yakin bahwa kami sudah membahas hal yang sama, saya harus scroll up dan memang masih ada percakapan itu. Nah ini baru yang namanya basa yang basi. Sekian.



Saturday, February 24, 2018

Lu Enggak Tahu?

Apa sih definisi keren menurut Lu? Mengenal lagu yang sedang hit atau film yang sedang populer. Gua pernah mengalami kedua-duanya.

"Lu dengerin lagu apa?"
"Lagu Mirror?"
"Lagu apaan tuh?"
"Ih, masak enggak tahu sih? Ini lagi nge-hits tahu."
Ya gua enggak tahu sih.

"Anybody watch scandal movie?" Tanya seorang ekspatriat waktu gua menghadiri pertemuan di kantornya di bilangan Kuningan. Hanya sedikit yang mengangguk. Selebihnya, termasuk gua hanya cengar-cengir sambil memandang ke yang lain. Setelah gua cari tahu, Scandal itu judul film seri di televisi kabel berbayar.
"How come?" Lanjutnya dengan wajah keheranan, seolah-olah kita kami adalah sekumpulan manusia dari suku pedalaman yang baru bertemu peradaban.

Apakah dengan kita tidak tahu lagu dan film nge-hits berarti enggak keren dan ketinggalan zaman? Padahal definisi keren sangat variatif dan punya parameter yang berbeda. Sangat temporary.

Sekarang gua tanya bagaimana kalau kejadiannya begini.
"Man Robbuka?" Tanya malaikat Munkar dan Nakir ketika di alam kubur.
"Apaan itu?"
"Kamu tidak tahu?"
"Enggak."
"Jderr!" Sebuah hantaman keras mengenai kepala.

Andai (Kalau Boleh Berandai-andai)

Andai kalau kebelakang itu; buang air besar (BAB) dan pipis/ kencing bisa dititipkan maka akan ada sebuah kebahagian tercipta.
"Bu, saya mau izin ke belakang." Seorang murid meminta izin di tengah-tengah pelajaran.
"Bro, gua boleh nitip gak?" Tanya temennya.
"Boleh. Nitip apa Lu."
"Pipis."
"Gua juga mau nitip." Yang lain ikut berbicara.
"Apa?"
"Buang air besar. Gua lagi mencret nih."
Karena banyak permintaan maka kelas menjadi gaduh. Sang Guru ikut turun tangan.
"Tenang! Semua harap tenang. Masih ada yang mau nitip ke belakang?"Tanya Bu Guru ke seluruh penjuru kelas.
"Tidak Buuu." Jawab murid-murid serempak.
"Ya kamu boleh ke belakang sekarang."
"Ba..baik Bu." Setelah itu dia langsung lari ke belakang. Sedari tadi sudah menahan keinginan buang air kecil dan buang air besar.
Bu Guru pun melanjutkan pelajarannya.

Bagaimana ada seorang kawan dengan inisiatif menawarkan jasa nitip ke belakang.
"Hei kawan-kawan, aku mau ke belakang. Siapa yang mau nitip?"
"Saya! Saya!" Jawab teman-temannya.
"Ya. Saya data dulu ya. Siapa yang pertama tadi ngacung?"
"Saya Mir. Saya nitip pipis."
"Pipisnya mau apa?"
"Pake aroma jengkol. Tadi pagi sarapan nasi uduk pake semur jengkol."
"Berikutnya?"
"Saya nitip buang air besar. Saya lagi susah nih. Dah dua hari enggak BAB."
"Oke. Selanjutnya?"
"Saya. Saya nitip BAB juga."
"BAB bagaimana?"
"BAB-nya lagi lancar."
"Oke. Ada lagi yang nitip? Kalau tidak ada, saya akan ke belakang sekarang."

Namun akan menjadi masalah kalau titipannya tidak sesuai pesanan.
"Mir, Lu bagaimana pesanan gua?"
"Pesanan apa? Gua dah pesenin kok."
"Kok gua masih mules ya?"
"Masak sih? Emang lu nitip apa?"
"BAB sama kencing."
"Ya. Gua kira Lu nitip kencing aja."
"Ah.. gimana Lu. Kalau gitu gua mau ke belakang dah. Udah kebelet nih."
"Eh, Bud gua boleh nitip gak?"
"Nitip apa?"
"Pipis. Gua lagi beser!"


Pertarungan Antara Dua Sambal

Pagi ini saya mengalami sakit perut hebat. Beberapa kali harus bolak-balik ke belakang. Setelah ditelesik ini semua gara-gara perebutan "julukan" pedas antara dua sambal. Sambal kacang dengan sambal terasi.
Kalau mau mencari kambng hitamnya adalah pemilik warung nasi dekat kantor. Ketika saya mu sarapan si empunya warung menambahkan dua jenis sambal itu ke dalam makanan saya.
Karena saya suka pedas, maka disantap semua sambal itu. Dan begini akhirnya.

Biar Tidak Macet

"Ayo, Kita Naik bus biar tidak macet!"
Sebuah iklan terpampang jelas di badan bis antar kota antar provinsi.
Kalau naik pesawat macet gak?

Belum Bisa Jadi Contoh

"Dah ngambil TA belum?"Tanya saya basa-basa ke adik angkatan. Dia pernah menjadi adik mentoring agama di tingkat pertama.
"Saya sudah lulus, Kang. Sabtu besok diwisuda". Jawabnya lempeng.
"Hek!" Saya langsung terdiam karena baru saja mengambil Tugas Akhir.
Dan menit-menit berikutnya terasa lama, karena saya tidak bisa menatap adik mentor saya.
Tempat sampah mana? Saya mau buang muka!

Teman Saya

Saya suka sebel sama teman saya ini. Kalau nge-WA ke saya selalu diembel-embli panggilan "boss". Dan tidak segera dibalas, dia langsung mengatakan saya sombong.
Emang kerjaan gua cuma baca dan bales WA aja? Bathin saya.
Kalau saya balas dan tanya beberapa hal (ceritanya lagi komunikasi yang baik, ngasih feed back) dia jawabnya pendek dan lama juga balasnya.

Ketika Musim Pemilu Tiba

"Kita naik apa?" Tanya Mr H kepada para anak buahnya.
"Adanya angkot Pak."Jawab salah seorang.
"Oke." Jawabnya pendek. Tanpa protes.
"Bapak mau nyalon ya?"Pertanyaan ini terlontar dari anak buahnya. Mr H ini adalah anak dari pemilik perusahaan.
"Enggak. Saya biasa naik angkot."Jawabnya dengan polos.
Dan mereka semua pun pergi naik angkot.

Nih orang sepertinya sering nonton pejabat dan politisi di social media.

Friday, February 16, 2018

Dengan Kekuatan

Sedari tadi seorang ibu berdiri mematung di tepi jalan. Saat itu arus lalu lintas bagitu ramai. Tiba-tiba dia berjalan dan berdiri di tengah-tengah jalan. Tangannya mengacung ke arah kendaraan dengan telapak tangan terbuka. Sontak, mobil-mobil dan kendaraan lainnya langsung berhenti. Bukan sulap, bukan sihir. Bukan kekuatan super atau elektromagnetis. Si ibu itu hanya ingin menyebarang.

Monday, February 5, 2018

Memotivasi Karyawan

Bagaimana caranya agar seorang karyawan bekerja melebihi ekspektasi? Apakah dengan iming-iming gaji dan bonus? Apakah dengan ancaman pemecatan? Dua-duanya bukan jawaban yang tepat.

Seorang karyawan bisa bekerja melebihi ekspetasi; melampui main responsibility-nya dan jam kerja formalnya ketika dia sudah mempunyai motivasi dari dalam dirinya sendiri (inner motivation).

Saya pernah mendengarkan kisah legendaris seorang karyawan Honda mobil. Di Honda setiap karyawan memahami betul arti kualitas. Kualitas adalah kepuasan pelanggan dan yang membuatnya. Pada suatu hari ketika dia sedang ke pusat perbelanjaan dia melihat mobil honda yang sedang parkir. Kondisi mobil tersebut dalam keadaan kotor. Tanpa diminta dan dibayar dia dengan rela membersihkan mobil tersebut sampai bersih. Tak lama kemudian yang empunya mobil keluar dan heran melihat ada orang yang membersihkan mobilnya.
"Kenapa Anda membersihkan mobil saya?"Tanya sang pemilik.
"Saya adalah yang membuat mobil ini. Saya membuatnya dengan kesungguhan. Dan saya tidak rela melihat mobil ini dalam keadaan kotor."Jawab si karyawan Honda.

Seorang karyawan bisa bekerja melebihi ekspektasi ketika mempunyai motivasi yang tinggi. Lebih tinggi dari motivasi terpenuhinya kebutuhan sandang pangan papan. Lebih dari keamanan dan lain sebagainya. Orang bekerja begitu karena mereka mempunyai keinginan menjadi orang besar, menurut Sigmund Freud. Atau mereka mempunyai keinginan menjadi orang penting menurut Jhon Dewey. Jadi kalau orang merasa jadi "orang besar" maka mereka rela melakukan hal-hal tersebut tanpa disuruh dan dihitung itu sebagai lemburan. Jadi kata kuncinya adalah jadikan karyawan itu sebagai orang besar atau orang penting. Maka mereka akan bekerja melebihi main responsibility mereka.

Terus bagaimana caranya agar mereka bisa memiliki keinginan menjadi orang besar atau orang penting? Dalam buku Pemimpin Dalam Diri Anda, karya Stuart R. Levine dan Micahel A. Crom setidaknya ada tiga cara untuk mewujudkan itu:

1. Karyawan harus dilibatkan pada semua bagian prosesk setiap langkah. Kuncinya adalah tim kerja, bukan hirarki.
2. Karyawan harus diperlakukan sebagai individu-individu. Jangan pernah bosan mengakui bahwa mereka sebagai orang penting dan menghargai mereka. Tempatkan mereka sebagai manusia lebih dahulu, dan kemudian sebagai karyawan.
3. Pekerjaan yang bagus harus didorong, dihargai dan diberi rangsangan. Setiap orang pasti memberi respon yang terbaik terhadap harapan-harapan. Jika Anda memperlakukan karyawan seolah-olah mereka mampu dan pintar, mereka akan bekerja dengan sebaik-baiknya.
 Jadi kita bisa memulai langkah-langkah di atas. Jangan pernah menganggap karyawan seperti sumber daya (resources) lainnya seperti uang dan bahan baku. Karyawan juga manusia, punya rasa, punya hati. Jangan samakan denan pisau belati (sambil menyanyi).

Mulailah untuk menjelaskan tujuan dari pekerjaannya dan betapa pentingnya pekerjaan itu bagi perusahaan dan terutama bagi mereka. Libatkan mereka dalam pekerjaan ini, tidak hanya menerima instruksi dari kita. Di tempat saya bekerja ada sebuah contoh nyata. Seorang operator cleaning service yang telah menyadari pentingnya pekerjaannya berusaha mencari cara agar kerjanya lebih baik. Beberapa kali dia mengirimkan sumbang saran (suggestion schema) terkait dengan pekerjaannya. Dia mencari bahan pembersih yang bisa menghapuskan noda yang sukar dibersihkan di dinding. Dia mencari bahan pengganti scrubber yang lebih murah tapi hasilnya tetap sama. Karena kalau beli bahan yang asli harganya mahal sekali. Bayangkan itu dari seorang cleaning service. Bagaimana dengan posisi yang lain.

Perlakukan karyawan seperti orang, maka mereka akan berjalan dengan sendirinya. Memperhatikan hal-hal sisi manusia dari karyawan membuat mereka merasa dihargai. Menyapa mereka, mengetahui nama dan keluarga mereka serta hal-hal kecil lainnya, buat karyawan itu sungguh luar biasa.

Jangan pernah pelit memberikan pujian. Berikan mereka dorongan dan pujian atas pekerjaan mereka. Maka mereka akan bekerja dengan sebaik-baiknya.

So, jadi uang, sandang pangan dan papan memang penting. Tapi menjadi orang besar dan penting itu jauh lebih penting bagi seorang karyawan atau manusia kalau lebih jauh. Ketika ini tertanam dengan kuat maka tunggulah kedahsyatan-kedahsyatan yang terjadi.

Mendadak Manager

Waktu gua ngelamar ke perusahaan ini, harapan gua enggak muluk-muluk amat: Gua cuma pengen diterima kerja. Kalau gua kerja gua punya penghasilan. Gua dah malu minta duit buat jajan sama orang tua.

Udah bamyak perusahaan yang gua lamar. Saking banyaknya gua enggak berapa yang gua lamar. Namun tak satu pun yang membalas surat lamaran gua. Kalau kata kids zaman now, gua di-php-in sama perusahaan ini.

Memang gua akui menghadapi dunia kerja ini modal gua kurang cukup. Gua butuh 6 tahun untuk menyelesaikan kuliah. Lebih lama dibandingkan temen-temen gua yang rata-rata butuh 4-5 tahun. Dan IPK yang diperoleh pun sepadan. IPK gw kurang membuat pede untuk mengirim lamaran kerja ke perusahaan-perusahaan besar.

Setelah menghadapi banyak penolakan dan tak ada panggilan, membuat berfikir realistis. Posisi apa aja bakal gua terima kalau dipanggil perusahaan. Yang penting mendapatkan pengalaman kerja, selanjutnya difikirkan kemudian.

Singkat cerita gua diterima di perusahaan ini. Oh ya perusahaan tempat gua bekerja sekarang adalah sebuah keluarga. Gua hanya diminta mengerjakan psikotest sederhana dan diwawancarai oleh pemiliknya. Dan gua dinyatakan diterima bekerja. Gua juga heran kenapa perusahaan ini mau nerima gua. Kenapa semudah ini?
"Kalau boleh tahu, kenapa saya diterima?" Tanya gua memberanikan diri setelah sesi wawancara selesai.
"Karena Mas Doni cocok sama perusahaan ini." Kata Pak Hadi. Dia ini biasa dipanggil Bapak.
"Oh gitu ya Pak."kata gua sambil tetap enggak ngerti.
"Kapan Mas Doni bisa kerja?" Tanya Pak Harry. Dia anak tertua Pak Hadi. Memegang operasi keseluruhan perusahaan.
"Besok Pak!"Jawab gua saking semangatnya.
"Loh besok kan sabtu?"
"Eh, iya. Hari senin Pak. He he he."

Sedari awal gua emang berniat gua akan menerima apa pun kondisi tempat gua bekerja.  Seburuk apa pun. Karena mencari pekerjaan itu memang susah.

Kalau ketentuan dari awal posisi yang gua lamar adalah sebagai staff produksi. Gua mulai mengisi hari-hari bekerja di pabrik (hihihi akhirnya gua kerja juga). Gua mulai menherjakan tugas rutin sehari-hari. Gua membantu Bu Siti sang manager produksi merangkap manager pabrik.

Pagi-pagi, waktu gua sedang lihat-lihat di shopfloor. Gua dipanggil ke ruangannya Pak Harry.
"Mas Doni, mulai hari ini Mas Doni jadi Manager Produksi ya."
"Apa?"Jawab gua dengan kaget.

Thursday, January 25, 2018

Berdoa

Setiap kita berdoa, berusahalah untuk memunculkan sebuah pertanyaan : apakah kita berharap bahwa doa-doa kita ingin diijabah oleh Alloh Subhana Wa Taala?

Kalau iya. Mengapa kita berdoa dengan kondisi mulut dan fikiran tidak sinkron. Kita hampir-hampir tidak mengetahui apa yang sedang dibaca mulut.

Kalau memang iya. Mengapa kita tidak berdoa dengan roja dan khauf? Campuran antara berharap dan ketakutan atas status sebuah doa. Kita berharap dikabulkan dan ketakutan kalau tidak dikabulkan.

Memecahkan Masalah Tanpa Masalah

Ini namanya bisnis yang saling melengkapi. Satu toko handphone. Sebelahnya tempat gadai. Apa saja bisa digadaikan termasuk hand phone.

Kalau kita kebanyakan duit kita beli handphone ke toko handphone. Kalau enggak punya duit kita gadaikan handphone.
Pernah tidak satu kejadian seseorang baru saja membeli handphone terbaru. Baru keluar dari toko dia mendapat kabar buruk: orang tuanya masuk rumah sakit dan butuh biaya. Karena tidak ada uang yang tersisa maka dia langsung ke tempat gadai. Menggandaikan handphone yang baru dibeli.

Lebih Baik Dingin dari pada Panas

Tetangga seberang rumah saya hebat sekali. Walau pun sudah sepuh, tetapi masih mengusahakan sholat berjamaah di masjid. Dengan diboncengi anak laki-lakinya dia pergi menuju masjid. Mau sholat maghrib atau subuh yang dingin dia tetap berangkat.

Solusi Yang Promosi

Seorang pengemudi ojek online sedang mengeluhkan kota yang selalu macet.
'Harusnya pemerintah mengadakan satu hari tanpa kendaraan pribadi. Biar gak macet. Terserah harinya apa aja.'Katanya memberi solusi.
'Hebat juga idenya.'Kata saya dalam hati. Jarang-jarang loh ada yang mempunyai fikiran seperti ini.
'Caranya gimana Pak? Kan belum semua kota mempunyai transportasi publik yang bagus.'Saya bertanya.
'Ya semuanya naik ojek online.'Jawabnya dengan tenang. Pandangan mata ke depan dengan tatapan wajah nyaris tanpa dosa.
Pengen saya keplak kepalanya. Ini mah lagi promosi namanya.

Mendengar Lagu Kebangsaan

Hati ini masih bergetar ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan oleh anak-anak SD negeri dekat mess. Terbayang bagaimana suasana kebatinan para founding fathers dan pahlawan kita membuat lagu dan lirik yang luar biasa ini.
Isi dari lagu kebangsaan adalah cita-cita sebuah bangsa bagaimana mereka seharusnya menjadi. Dan setiap kita menyanyikannya kita bisa tahu cita-cita mana yang sudah terwujud dan mana yang belum.
Ketika hati bergetar ketika mendengar lagu ini, apa yang kita fikirkan? Apakah bangsa yang Kita cita-citakan sudah terwujud atau belum?

Hampir

'Maaf Pak.' Katanya. Sepeda motor yang kami naiki hampir menabrak mobil bak terbuka yang sedang parkir di pinggir jalan.
Motor berhenti sebentar.
'Kenapa Pak?'Tanya saya tak kalah kaget.
'Saya teh lagi bingung. Tadi rumah sudah dikunci atau belum ya?'Tanyanya dengan wajah bingung.
'Yeeee meneketehe'

Bantingan Yang Hebat

'Istri Bapak kerja?' Tanya saya ke pengemudi ojek on line. Sekedar pengisi kekosongan ketika berkendara.
'Mmmm. Bisa dibilang kerja, bisa dibilang enggak' Jawabnya.
'Kok bisa?Memang kerjanya apa?'
'Di bidang sport. Dia pelatih judo.'
'Bapak bisa judo?'
'Enggak.'
'Hebat Bapak.'
'Kenapa?'Tanyanya heran.
'Bapak bisa menaklukan seorang pelatih judo.'
Sang pengemudi tertawa.
Saya membayangkan "bantingan" macam apa yang telah dia berikan sehingga mau diperistri olehnya.

Tanpa Qunut Tanpa Ribut

Subuh kali ini terasa "berbeda". Beberapa pengurus yang suka gantian menjadi imam tidak hadir. Seluruh jamaah saling berpandangan. Yang melaksanakan sholat sunah qabliah subuh sudah selesai semua. Sebentar lagi iqamah akan dikumandangkan tanda sholat berjamaah akan dimulai.

Tanpa dikomando pilihannya jatuh kepada seorang anak muda. Penampilannya cocok menjadi imam pengganti. Mengenakan peci putih serta koko yang bersih dan licin.
"Tapi saya biasa enggak pake qunut?" Kata dia. Musholla ini biasa membaca doa qunut.
"Gak apa-naa"Jawab jamaah.

Sholat subuh pun tertunaikan dengan baik. Tidak ada yang protes.

Sunday, January 21, 2018

Seperti (Memang) Sebuah Keluarga

Pas pertama kali gua ke pabrik gua iseng-iseng bertanya ke salah seorang karyawan yang ada di bagian quality control
"Mbak sudah berapa lama kerja di sini?"Tanya gua.
"Sudah lima tahun Pak."Hehe gua dipanggil 'bapak'. Nikah aja belum.
"Apa sih yang bikin betah kerja di sini?"
"Di sini semuanya udah kayak keluarga aja."

Hmmm. Emang sih gua rasain di sini rasa kekeluargaannya tinggi banget. Gua bisa lihat owner-nya biasa bertegur sapa dengan para karyawan dengan berbagai level. Atau kita bisa ngobrol dengannya tanpa kita sadari kalau dia itu yang punya perusahaan ini. Terus juga antar departemen tuh enggak ada persaingan saling menjatuhan gitu. Semuanya dikerjakan secara gotong royong.

Eh, gua ulangi lagi. Di sini memang sebuah keluarga besar. Memang benar-benar sebuah keluarga. Bukanya hanya merasa sebagai keluarga saja. Selama beberapa waktu di sini gua udah kenal beberapa orang karyawan yang kalau difikir-fikir lagi ada hubungan keluarga. Misalnya :
1. Mbak Tari bagian penimbangan punya suami di bagian printing.
2. Pak Kariman operator senior di gudang packaging punya keponakan sebagai admin di gudang packaging.
3. Teh Ilah di filling punya suami, Mas Sugi di bagian labelling. Dan dia juga punya adik di produksi sebagai admin. Dan adiknya itu punya suami sebagai operator gudang raw material.

Ini baru sedikit contoh. Belum contoh-contoh yang lain. Terus kalau Lu mikirnya ada hubungan keluarga, pasti ada yang membentuk keluarga baru kan?

Berbeda dengan kebanyakan perusahaan, di sini tidak diharamkan jatuh cinta menikah sesama karyawan. Malah ada salah satu atasan yang menganjurkan. Karena kalau ada karyawan, terutama perempuan, menikah pasti dia akan ikut suaminya. Kalau suaminya sama-sama karyawan di sini satu aset perusahaan telah terselamatkan. Jadi kalau Lu di sini mendapatkan jodoh di sini dan menikah maka Lu enggak usah takut untuk resign dan mencari pekerjaan baru.

Sebenarnya kita beranak-pinak (dari pada gua bilang berkembang biak) di sini tidak lain tidak bukan karena kita mengikuti para pimpinan perusahaan. Gua bekerja di perusahaan milik sebuah keluarga. Di sini yang menjadi komisarisnya adalah Ibu. Yang menjadi Direkturnya adalah Bapak. Yang menjadi manager-managernya adalah anak-anak beserta para menantunya. Jadi kalau meeting direksi adalah meeting keluarga. Membahas masalah perusahaan adalah membahas masalah keluarga. Maaf ya Pak Bu, kalau kebetulan baca blog.

Dan memang benar kejadian, bahkan banyak kejadian karyawan yang jadian sama karyawan lain. Bahkan kejadiannya tidak hanya sesama departemen atau level yang sama. Ada bagian produksi menikah dengan bagian maintenance. Ada bagian PPIC menikah dengan karyawan Purchasing. Ada bagian RND menikah juga dengan Purchasing. Eh, kenapa banyakan dari Purchasing ya? Mungkin karena mereka jago menawar harga mereka juga jago menawar cinta (ceile).

Yang gua bayangin adalah bagaimana cinta mulai tumbuh. Kalau kata pepatah dari mata turun ke hati. Mungkin ini dari meeting turun ke hati. Pada mulanya mereka meeting membahas permasalahan bahan baku. Lama-lama menjadi meeting permasalahan bahan rumah tangga.
"Mbak aku membutuhkan bahan baku untuk membangun rumah tangga. Bahannya sudah ada yaitu aku dan kamu."
Mungkin begitulah kira-kira yang terucap. Suit suit.

Kalau acara nikahannya juga jadi seperti acara perusahaan. Kemarin bertemu di pabrik dengan memakai seragam pabrik, sekarang bertemu dengan pakaian baju batik dan kebaya. 

Namun karena ini sudah keluarga kadang-kadang masalah keluarga ikut kebawa-bawa dalam urusan pekerjaan.
"Pak Mbak Min menolak untuk lembur."
"Kenapa?"
"Soalnya suaminya enggak lembur. Enggak ada temen bareng pulang."
"Apa?" Mereka maunya lembur di rumah ternyata.
 Menghadapi kasus seperti ini, dilematis. Disuruh lembur, dia enggak ada yang ngaterin pulang. Kalau gua yang nganterin bisa masalah baru. Kalau dia enggak lembur masalah produksi. Dan gua nanti disangka ada pilih kasih.

Akhirnya gua telepon atasan suaminya.
"Pak Anton. Suami Mbak Min lembur enggak?"
"Enggak."
"Tolong dilemburin dong."
"Kenapa?"
"Soalnya istrinya lembur."
"Hah?"

Ini adalah hal absurd yang pernah terjadi. Seorang karyawan lembur karena istrinya lembur. Dengan segala modifikasi akhirnya suaminya dipaksa untuk lembur agar istrinya bisa lembur.

Dalam keluarga setiap pemasalahan harus diselesaikan secara kekeluargaan. Begitu juga perusahaan yang sudah kita anggap sebagai keluarga.

Sunday, January 14, 2018

Kita Bukan Tuhan

Kita memang suka 'memvonis' masa depan seseorang. Berdasarkan satu dua informasi di masa kini dengan mudahnya kita menebak nasib seseorang di kemudian hari. Padahal kita bukan Tuhan. Misalnya ketika saya mempunyai seorang teman yang super diam abis, maka saya sudah menebak dia ke depannya bagaimana. Dia mungkin akan kesulitan mendapatkan jodoh dan pekerjaan. Karena kedua hal ini membutuhkan kemampuan bicara alias tidak bisa diam - diam saja.

Waktu itu bagaimana saya tidak berfikiran yang macam-macam tentang dia
karena orangnya mirip kentongan (maksudnya sifatnya, bukan bentuknya seperti kentongan he he he). Kentongan hanya berbunyi kalau dipukul. Teman saya ini baru ngomong kalau ditanya. Itu juga pelan suaranya. Kalau ditanya maka dia cukup menjawab "YA" atau "TIDAK". Kalau bisa sesedikit mungkin dia untuk berbicara.

Dia lebih memilih untuk menggunakan bentuk komunikasi lain selain berbicara. Makanya kami sering menjumpai komentar dia di buku komunikasi himpunan dan mailing list (kalau mendengar istilah mailing list pasti tahu kan saya bukan kids zaman now).

Pernah ada kejadian lucu. Ketika masa penerimaan anggota himpunan, kami harus berkumpul jam enam pagi teng di depan himpunan setiap dua minggu sekali. Kalau ada satu peserta telat maka semua peserta akan kena hukum. Kesalahan satu orang akan ditanggung oleh semua orang. Karena tidak mau menjadi penyebab kesusahan orang banyak, kami semua berusaha untuk datang tepat waktu. Termasuk teman saya ini.

Agar esok pagi tidak bangun kesiangan, teman saya ini minta dibangunkan sebelum jam enam pagi. Dia menuliskan permintaannya ini di atas kertas post it sebagai berikut : Dri, tolong bangunkan saya sebelum jam enam. Dan pesan itu ditempelkan di pintu kamar temannya.

Ternyata teman saya ini bangun kesiangan. Dia pun marah kepada temannya karena tidak membangunkan sesuai permintaan (ternyata bisa marah juga ya). "Kenapa saya enggak dibangunin?"Tanyanya.
"Sudah Gi, kamu sudah saya bangunin," Jawab temannya."Saya sudah tulis di kertas di pintu kamar kamu. Gi, bangun Gi."
Temannya ngerjain dia begitu agar dia mau lebih banyak berbicara ke sesama.

Waktu dia mengerjakan pun tugas akhir membuat kami geleng-geleng kepala. Dia memilih pembimbing yang super diamnya sama dengan dia. Kami bertanya-tanya bagaimana komunikasi diantara mereka berdua. Keduanya sama-sama seperti kentongan. Kalau dua kentongan berkumpul apakah saling memukul agar bisa berbunyi? Dan sepertinya hanya mereka dan Tuhan dan tahu apa yang mereka bicarakan. Dan ajaibnya, tugas akhirnya terselesaikan dan teman saya bisa lulus kuliah juga. Ajaib memang. Dan setelah lulus saya dan teman saya ini pun tidak pernah bertemu lagi. Sampai satu ketika.

Suatu ketika kami berkumpul dalam sebuah acara temu alumni sekaligus kongres organisasi alumni kami. Saya pun bertemu dengan dia. Sepintas tidak ada yang berubah. Dia masih seperti ketika kuliah, tetapi sudah memiliki pekerjaan dan menggandeng calon istri. Widih Berani sekali dia memamerkan calon istrinya he he he.

Singkat kata dia pun menikah dan memiliki anak. Saya dan teman-teman bertanya-tanya dalam hati dan luar hati: bagaimana cara bikin anaknya? Masak mau diem-dieman aja? Walau pun kita tidak tahu bagaimana komunikasinya yang pasti dia sudah terbukti tokcer bisa menjalin kerja sama dengan istrinya. Anak-anaknya sebagai buktinya. Tidak peduli kami, teman-temannya yang kurang kerjaan dan kurang piknik,  terus bertanya tanpa memperoleh jawaban pasti bagaimana hal itu terjadi.

Dengan segala kondisi dia seperti itu, ternyata teman saya bisa survive dalam hidup ini (ceile). Dia bisa memperoleh pekerjaan, dia bisa mendapatkan istri dan mempunyai keturunan. Memang akan ada pertanyaan yang muncul dalam hati : kok bisa ya? Memang kita tidak boleh memvonis masa depan orang dengan hanya bermodalkan satu dua informasi di saat sekarang. Memang kemampuan dan usaha menentukan seseorang di kemudian hari. Tapi ingat masih ada Tuhan yang mengizinkan segala sesuatu itu terjadi di muka bumi. Bisa jadi dia tidak cukup dalam pandangan kita sebagai manusia, namun dia punya doa dan keinginan yang terus dipanjatkannya. Ketika Tuhan menjawab doanya dan berkehendak, maka segala keterbatasannya menjadi tiada ada artinya. Tuhan menghadirkan jalan untuk teman saya ini. Kita memang bukan Tuhan kita hanyalah hamba-Nya yang ingin agar segala keinginan kita sesuai dengan kehendak-Nya.