Tuesday, September 27, 2016

Permainan Tempat dan Waktu

Kemarin seorang kawan menjelaskan mengenai bagaimana melihat "posisi" seorang sales. Seorang sales itu hidup dalam dua koordinat performance sales sebagai sumbu y dan competency sebagai sumbu x-nya.

Dengan kondisi seperti itu akan muncul fakta menarik sebagai berikut : ada orang yang competency-nya tinggi tetapi performance salesnya rendah begitu juga sebaliknya.

Competency tinggi, tetapi performance sales rendah, bisa jadi sang sales mendapatkan daerah yang kering. Begitu juga sebaliknya, performance salesnya tinggi padahal kompetensinya rendah. Kalau yang ini benar - benar mendapatkan daerah yang basah (banjir malah). Kalau pun botol yang ditaruh di situ, performance salesnya tetap tinggi.

Begitu juga hidup seperti itu adanya. Melihat kondisi kita sekarang, kalau pencapaian hidup kita tinggi, kita perlu mawas diri dan ketika pencapaian kita kecil, kita jangan buru - buru berkecil hati. Karena hidup hanyalah permainan tempat dan waktu. Bisa jadi kita berada di tempat dan waktu yang "salah" sehingga pencapaiannya tidak sesuai dengan kompetensi kita. Kita hanya diminta untuk terus bekerja, menambah dan meningkatkan kompetensi hidup kita. Masalah hasil ada yang menilainya. Hingga pada akhirnya akan memberikan hasil yang kita harapkan. Karena hasil tidak pernah mengkhianati prosesnya. Ini juga kata teman saya. Keren juga dia ya :)

Monday, July 25, 2016

Penonton Biasanya (Merasa) Lebih Pintar Dibandingkan Dengan Pemain

Penonton Biasanya (Merasa) Lebih Pintar Dibandingkan Dengan Pemain
Penonton sepak bola

Pekan lalu saya telah mendapatkan sebuah pencerahan (enlightment) dalam pekerjaan atau aktivitas sehari - hari. Ada perbedaan besar antara yang mengerjakan dan mengawasi atau antara yang main dengan yang menonton.

Seorang staff telah menjelaskan sejauh mana bedanya itu. Kebetulan dia pernah menjalani dua posisi tersebut. Ketika dia menjadi seorang pengawas (controller, auditor) dia bisa dengan mudah melihat celah dan kesalahan para pelaksana yang diawasi atau diaudit olehnya.

Kemudian dia baru "kena batunya" ketika harus menjadi pejabat sementara (PJS) sebuah jabatan. Kali ini dia bertindak sebagai pelaksana. Dia merasakan sulitnya sebagai pelaksana. Apa - apa yang dahulu terlihat mudah ketika di posisi pengawas menjadi sulit ketika ketika mengerjakannya sendiri. Ternyata tidak mudah ya, begitu akunya. Setelah itu dia bisa lebih berempati kepada mereka - mereka yang sebagai pelaksana.

Thursday, June 9, 2016

Mengapa Anak Kimia Tidak Ada Yang Menjadi Teroris?

mengapa anak kimia tidak ada yang menjadi teroris

Alhamdulillah saya pernah kuliah di ITB. Kalau mendengar nama ITB itu identik dengan teknik. Namanya juga ITB. Institut Teknologi Bandung (eh mana tekniknya? He he he).

Nah karena teknik itu dianggapnya seputaran mesin dan listrik, hingga suatu hari seorang karyawan perpustakaan minta tolong ke saya :
"Mas tolong benerin kalkulator saya dong." Pintanya.
"Maaf Mbak saya enggak bisa." Jawab saya.
"Kan kuliah di ITB. Masak gak bisa benerin?"
......... Saya enggak bisa jawab apa - apa.

Saya sempat kuliah di departemen kimia (dulu biasa jurusan kmia). Kuliah di kimia juga mempunyai cerita sendiri. Biasanya kita, atau mungkin saya (jujur aja), kadang-kadang suka inferior complex begitu sama anak teknik.
Kalau ada orang yang nanya: "Kuliah di mana?"
Kita menjawabnya dengan suara nyaris tak terdengar: "Kimia."
"Apa? Teknik kimia?" Yang bertanya, mengulangi pertanyaannya dengan suara yang lebih keras.
"Bukan. Kimia murni*," jawab saya lebih pelan lagi.
"Oooo..."
Setelah itu selesai semua.

Kenapa orang selalu menebak teknik kimia, setiap kita jawab kuliah di kimia?
Kenapa ya?
Ya mungkin karena teknik kmia lebih populer di sini. Sebagian kita memilih kuliah di kimia, karena tidak diterima di teknik atau menghindari tidak suka matematika.**

Terus kalau dibilang jurusan kimia. Wajah mereka langsung berubah dan menatap tajam ke arah kita.
"Hmm...kimia. Jadi dosen, peneliti, guru, kerja di lab. Titik!" Begitulah kira - kira pandangannya. Memang kalian tidak ngomong begitu, tapi kata - kata itu terpampang besar - besar di wajah kalian.

Seolah - olah seperti tidak mungkin seorang lulusan kimia bekerja di luar bidang itu. Seperti pengalaman teman saya yang bekerja perusahaan teknik dan rekayasa. Biasanya kliennya tidak percaya kalau dia bilang lululusan kimia. "Masak sih anak kimia mengambil lahannya anak teknik?" Begitu mungkin kira - kira dalam fikiran mereka.

Padahal Margaret Thatcher salah satu PM Inggris itu lulusan kimia Oxford. Jangan - jangan dia mundur diri dari partainya bukan karena kebijakannya yang konservatif dan kepemimpinannya yang keras. tapi gara - gara karena diteror terus - terusan.
"Ibu Margaret Thatcher kan lulusan kimia. Harusnya jadi dosen, peneliti, guru dan kerja di lab. Bukannya jadi perdana mentri."

Oleh sebab itu, mungkin tidak akan ada teroris lulusan kuliah kimia.
"Hai, bro nanti kalau bisnya lewat kita ledakkan jembatannya." Kata si teroris A kepada temannya yang kita sebut saja si teroris B.
"Iya." Jawab teroris B.
"Ngomong- ngomong Bro dulu seolah di mana? Jago banget bikin bom."
"Kimia."
"Apa? Teknik kimia?"
"Bukan kimia murni."
Teroris A langsung melihat tajam ke teroris B. langsung lihat:
Hmm kimia ya. Jadi dosen, peneliti, guru atau kerja di lab. Titik!

Setelah itu selesai semua.


sumber foto : rdecom


*Biasanya untuk membedakan dengan teknik kimia, biasanya kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam disebutnya kimia murni. Kimia yang ada manis - manisnya enggak ada teknik - tekniknya gitu

** Ada seorang dosen matematika yang menuduh berpendapat begini ketika memberikan kuliah kalkulus di anak - anak kimia. Kalau saya sih tidak setuju. Saya tidak kefikiran masuk matematika dan saya memang tidak suka matematika hehe.

Tuesday, February 2, 2016

Menuju Pulang

Ketika hari menjelang gelap semuanya berkeliaran menuju jalan pulangnya.

Setiap orang sudah mempunyai rute masing masing. Semuanya.

Ada yg rutenya cepat dan mudah, ada juga yg rutenya panjang dan lama.

Namun ada yang rutenya awalnya mudah, harus balik arah, harus cari rute baru karena ada gangguan atau perbaikan jalan. 

Ada yang rutenya panjang dan lama, tiba - tiba menjadi mudah dan lancar tanpa ada kemacetan.

Semudah atau sesulit jalan menuju pulang; sependek atau sepanjang rute menuju rumah, semuanya pasti akan kembali. Semuanya. Tidak ada yang tidak pulang.

Yang mudah dan lancar menjemput tidur dengan senang dan lepas. Mimpi indah bukan mimpi lagi.

Yang sulit dan panjang menghadapi tidur dengan kecapekan dan gelisah. Mimpi pun jadi buruk.

Mau mimpi indah atau buruk, semuanya harus bangun pagi pagi untuk bertemu Sang Pemilik Pulang.