Monday, December 31, 2018

Jual Santai


"Saya pasang harga segitu. Kalau Bapak mau silahkan, kalau enggak ya enggak apa-apa. Saya jual santai aja."


Pasti kita pernah bertemu dengan tipe penjual seperti ini : memasang harga pas. Tidak ada ruang untuk tawar-menawar harga. Kalau harganya cocok silahkan ambil, kalau tidak ya tidak apa-apa.

Bisa jadi yang menjadi alasannya adalah kegiatan tawar-menawar hanya membuang-buang waktu untuk margin yang tidak seberapa. Ditambah lagi setelah tawar-tawaran ujung-ujungnya tidak jadi.

Tapi penjual yang satu ini benar-benar berbeda alasannya. Dia melakukan ini karena telah "lelah" menjadi hidup yang sudah-sudah.

Sebelumnya, sebutlah Bapak E, menjalani bisnis penyedia kebutuhan barang-barang alat tulis kantor. Dia biasa menyuplai ke kantor-kantor pemerintahan di daerah Bandung dan sekitarnya. Tahu sendiri untuk mendapatkan tender dia harus "sawer sana sawer sini" (ini istilah dari dia sendiri). Dan dia merasa lelah menjalani ini. Entah peristiwa atau pengalaman spiritual apa yang membuat dia menjadi belok kanan ini, dia tidak menceritakannya. 

Singkat kata akhirnya pelan-pelan usaha ini dia tinggalkan hanya semata-mata untuk hidup lebih tenang dan tidak terlibat dengan kegiatan sawer-saweran.

Ngomong-ngomong dia emang jual apa ke kamu?

Jual rumah.

sumber gambar : pixabay


Instagram


Saya hanya memasang (install) program aplikasi instagram hanya di akhir pekan saja.

Serius?

Mau "duarius" juga boleh. Setelah itu saya akan lepas (uninstall) lagi.


Bagi saya program aplikasi ini sangat melenakan. Dari awalnya hanya ingin sekedar mengetahui kabar dari teman-teman jadi kemana-mana. Banyaknya gambar dan foto yang ditampilkan, memicu keingintahuan dan mengklik sampai akhirnya baru tersadar sudah lebih dari satu jam.

Belum lagi adanya pemberitahuan dari akun-akun (accounts) yang kita ikuti. Seolah-olah memanggil saya untuk mengklik dan mengetahui apa isi pemutakhirannya. Dan bisa ditebak, saya jadi menjelajah kemana-mana. Dan baru tersadar kalau sudah lebih dari satu jam.

Kalau boleh mengibaratkan, instagram ini seperti candu bagi saya. Yang sekali dipakai akan membuat seseorang ketagihan; inging merasakan lagi dan lagi. Kalau tidak dihentikan maka saya akan terus "terjerumus". Jadi saya memilih untuk melakukan ini : memasang di ponsel saya setiap akhir pekan. Dan ketika menjelang hari senin buru-buru saya lepas. Cukup, candumu sudah membuatku terlena.


sumber gambar : pixabay




Thursday, December 13, 2018

Mangga Rasa Tape

Seorang mahasiswa asal Sumatera Utara sedang berlibur di daerah Lembang, Bandung. Ketika dia mengunjungi floating market, pandangnnya tertuju kepada deretan para pedagang yang menjajakan beraneka macam makanan.

Sampai pada satu titik, mata tertahan di penjual makanan yang bentuknya menggugah selera. Namun dia tidak tahu jenis makanannya. Lalu dia bertanya.
"Pak ini apa?" Tanyanya.
"Mangga (silahkan) De."
Mangga? Tapi kok bentuknya tidak seperti mangga. Atau ini mangga yang sudah diiris-iris ya? Kata si mahasiswa dalam hati.
"Ini apa ya Pak?" Dia bertanya lagi untuk menyakinkan.
"Mangg (silahkan) De."

Hmm...berarti ini memang mangga. Karena merasa yakin, dia langsung membeli beberapa potong. Ketika dia memasukkan sepotong ke mulutnya : kok kayak tape bakar ya? Ternyata dia membeli colenak!

Tuesday, December 11, 2018

181211

Biasanya seorang anak perempuan akan berbinar-binar menatap atau menceritakan segala hal tentang ayahnya. Memang sudah dari sononya begitu. Hal ini terjadi dengan mahasiswa yang sedang magang di tempat kerja saya. Yang awalnya hanya datar-datar saja menjawab beberapa trivia dari saya langsung "on" begitu ditanya ayahnya. Dia bercerita ayahnya yang sudah kepala lima dan beratnya 120 kilogram. Yang masih rajin jalan kaki dan makan. 

Entah ekspresi apa yang ditampilkan kalau saya tanya tentang ibunya. Saya mengurungkan niat tersebut. Karena dugaan saya, bapak ibunya telah bercerai. Tentu membuka luka lama.