Sunday, December 22, 2013

Emansipasi

tulisan untuk menyambut hari ibu 22 desember 2013

oleh : hasan abadi kamil

"Menurut Bapak, kira - kira pantas tidak zaman sekarang kalau suami membantu urusan domestik. Seperti memasak, mencuci." Tanya sang reporter sambil menyorongkan mikrofon hampir - hampir bibirnya yang tebal menciumnya.

"Mmmm. Saya fikir wajar - wajar saja, seorang pria; suami melakukan hal - hal seperti itu. Karena seperti kita ketahui bahwa sekarang hak perempuan dan laki - laki sudah sama."Kata si Bapak sambil mencari - cari di mana posisi kamera foto dan televisi.

"Apakah Bapak yakin? Dengan kondisi masyarakat kita yang budaya patriakinya sangat dominan." Balas sang reporter yang kebetulan perempuan. Antara tidak puas dengan jawaban yang standar dan mewakili aspirasi kaumnya.

"Ohh...saya sangat yakin.  Tidak usah jauh - jauh. Lihatlah saya." Katanya sambil tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih dengan dua jari telunjuk menunjuki dadanya. Kalau ada produk pasta gigi badak, tidak perlu susah - susah cari model iklannya.

"Memang Bapak kenapa?"
"Ooo...saya biasa membantu istri saya. Mulai memasak. Menyapu. Mencuci."
"Tidak merasa risih Pak?"
"Risih? Enggaklah."

"Apakah itu bukannya bentuk "kelemahan" laki - laki di hadapan wanita. Sehingga mau melakukan pekerjaan yang bukan pekerjaan laki - laki kalau saya bilang."

"Enggaklah. Laki - laki lemah kalau he..he..he..he. Mbak juga pasti tahu." Kata Si Bapak sambil melirik lawan bicaranya sambil mencolek.

"Yang saya maksud bukan itu. Perbuatan Bapak bisa dikategorikan pelecehan. Bapak bisa saya tuntut."

"Maaf, maaf." Kata Si Bapak gelagepan."Mah...mah...tadi itu tidak sengaja ya."

"Mmmm...kapan terakhir Bapak membantu istri Bapak?"
"Mmmmm apa? Tadi. Ya tadi pagi."
"Bantu apa Pak?"
"Nyuci piring. Saya juga bisa memasak."

"Oh ya?"
"Iya masak. Cap cay. Nasi goreng. Mie goreng. Mie rebus...." Katanya nyerocos.
"Cukup. Cukup. Saya yakin Anda memang ahli memasak. Kapan - kapan saya dan crew sekali - kali ingin mencicipinya."

"Silahkan." Kata Si Bapak tersenyum lebar dengan dua jempol terangkat setingi muka. Kalau ada produk bumbu penyedap untuk makanan hewan memamah biak, sepertinya tidak perlu repot - repot mencari bintang iklannya.

Mbak reporter terdiam. Tak ada lagi pertanyaan yang ingin diajukan. Bapak - bapak ini memang benar - benar menghargai perempuan. Dia pun mengucapkan banyak terima kasih atas segala waktunya.

"Eh, Mbak ini disiarkan di tivi kan?"
"Oh tentu. Kita live barusan."
"Apa?"


Seharian di luar membuat perut jadi lapar. Sudah terbayang makanan yang lezat - lezat sudah tersedia.
"Mah, Papah pulang." Kata Si Bapak memasuki halaman. Dia langsung menuju ruang makan.

Di sana, istri dan anak - anaknya sedang menanti di meja makan sambil menonton televisi. Meja masih dalam keadaan kosong.
"Papah lapar. Kok belum ada makanan?"
"Kita kan sedari tadi menunggu Papah. Kita ingin dimasakin Papah." Kata istrina sambil mengangkat piring kosong.
"Iya Papah. AKu ingin nasi goreng."Anak perempuan yang pertama berkata.
"Aku mie goreng aja."Anak yang kedua menambahi.
"Aku cap cay rebus. Jangan pedes."Anak yang lain.
"AKu..."

"Cukup. Cukup." Si Bapak suaranya meninggi. Dia berbalik arah.
"Mau kemana Pah?"

"Mau ke depan, beli nasi goreng!"



Thursday, December 12, 2013

Pilihan Tidak Populer


oleh : hasan abadi kamil

Ketika saya ta'aruf dengan calon istri saya waktu (alhamdulillah sekarang sudah menjadi istri saya) ada satu isu "sensitif" yang dibahas : wanita/ istri bekerja.Dia ingin tetap bisa bekerja kalau sudah menikah nanti. Karena itu sesuatu yang bisa didiskusikan untuk saya, saya pun tidak keberatan. Catatan saya asal keluarga tidak terbengkalai.

Dasar pemikiran saya pada waktu, banyak kok yang ibunya bekerja tapi anak-anaknya terdidik dengan baik; tidak aneh-aneh. Selain itu juga ada juga yang ibunya tidak bekerja/ ibu rumah tangga anak-anaknya tidak terdidik dengan baik.Ketika saya menikahi istri saya, dia sedang menempuh S2 di FSRD-ITB. Sehingga di tahun pertama saya mengalami PJKA. Pulang Jumat Kembali Ahad.
Setelah setahun, dan kuliahnya tinggal tesis saja, dia pun ikut berkumpul dengan saya di Tangerang. Dia tidak pergi begitu saja. Dia meninggalkan pekerjaannya sebagai dosen di sebuah universitas swasta di Bandung dan meninggalkan kesempatan menjadi PNS di kota kembang tersebut. Sementara di Tangerang belum ada jaminan kalau dia bisa bekerja lagi. Dia ingin berkeluarga secara utuh, tidak menjalani hubungan long distance dan ingin menjadi seorang istri.
Mulailah rutinitas sehari-hari : ngerjain tesis, ngurusi suami, bersih-bersih rumah, mencuci dan memasak.Setengah tahun kemudian, di sela-sela usahanya mengerjakan tesis, ada sebuah tawaran menjadi dosen di sebuah universitas swasta di bilangan Meruya, Jakarta. Kebetulan universitas tersebut baru membuka program studi arsitektur. Istri saya yang berlatar belakang desain interior diterima sebagai tenaga pengajar.
Mulanya dia ditawari untuk menjadi dosen tetap. Lagi-lagi tawaran itu tidak diterima dulu. Dia ingin jadi dosen luar biasa saja. Alasannya karena waktu itu dia mempersiapkan diri untuk mempunyai anak/ belum mempunyai anak. Selain di program studi arsitektur, dia juga diterima di fikom-nya.
Setelah lulus S2, beberapa bulan kemudian dia hamil. Selama mengandung dia tetap menunaikan tugasnya sebagai dosen (sebagai candaan, anak kami itu sudah lulus beberapa mata kuliah desain yang dibawakan oleh ibunya). Lagi-lagi dia membuat sebuah pilihan yang tidak populer. Dia memutuskan untuk berhenti dulu dari mengajar karena ingin fokus pada anaknya. Mulailah dia menjalani peran sebagai ibu. Menyusuinya, memandikannya, membersihkan "pup-nya" dan lain-lain.
Dia begitu menikmati perannya sebagai ibu. Selain itu dia masih menolak untuk adanya pembantu. Dia ingin memastikan anaknya terawat dengan baik dengan tangannya sendiri. Apalagi di saat memasuki bulan ke-7 dimana anak kami mulai diberi makanan tambahan.
Ajaibnya, anak kami tidak suka bubur bayi instan yang ada di pasaran (kalau neneknya bilang sih "orang kampung"/ ndeso; sukanya nasi). Istri saya bertambah kegiatannya. Membuat bubur bayi yang benar-benar berkualitas. Berasny diblender/ dihancurkan, dicampur ati, sayur-sayuran dan menungguinya selama proses memasaknya.Saya tahu pilihan-pilihan yang dia ambil sekarang itu bukan pilihan populer di saat sekarang. Apalagi dia lulusan S2 dari sebuah perguruan terbaik di negeri ini (maaf bukan maksud untuk berbangga diri ).
Segala yang sudah dia pilih dan dilakukan, kalau diekstrak hasilnya : dia ingin anaknya sehat secara jasmani dan rohani, menjadi anak yang sholeh dan pintar. Itu saja. Dan menurutnya, kalau ingin berkarir lagi mungkin ada saatnya lagi atau bisa saja dia melakukan pekerjaan* lain yang bisa dilakukan di rumah. Dan tulisan ini pun saya persembahkan untuk dia.

Tuesday, December 3, 2013

Catatan ringan

Kisah Inspiratif Seorang Teman



Hidup di Jakarta memang penuh perjuangan. Apalagi buat orang yg 
penghasilannya terbatas sehingga kebutuhan transportasinya begitu 
bergantung pada fasilitas umum. Perjuangan meraih tempat untuk berdiri di 
dalam bis tujuan kota jakarta saja kadang sudah berat, apalagi jika ingin 
dapat tempat duduk. Tempat duduk adalah benda 'mewah' dalam konteks 
transportasi umum. Tempat saya menunggu bis adalah ujung dari rute trayek 
bis ini. Tentunya lebih mudah bagi kami yg menunggu bis di ujung trayek ini 
untuk mendapat kursi ketimbang orang-orang yang menunggu di tengah-tengah 
rute trayek. Tapi jangan anggap terlalu mudah, karena yang menunggu di 
pangkalan ujung trayek inipun banyak, lebih banyak dari kursi yang tersedia 
di bis sehingga kursi tetap saja jadi rebutan.

Momen orang berlarian berebut memasuki pintu dari setiap bis yang baru 
datang adalah momen yang menarik. Setiap orang berharap menjadi yg lebih 
dahulu masuk, agar masing-masing mereka dapat duduk. Kadang ada sedikit 
dorongan, senggolan dan berbagai benturan fisik lain. Semua itu dilakukan 
karena dengan duduk, perjalanan yang bisa memakan waktu sampai 2 jam, bisa 
diselingi dengan tidur, chatting, bbm-an, atau bahkan dengan menulis 
tulisan ini.

Yang menarik dari perjalanan hari ini adalah seorang bapak yang setelah 
rebutan masuk bis, duduk 2 baris di depan saya.  Pakaiannya biasa saja, 
baju hitam dengan celana hitam. Gak berbeda dengan orang lain. Setelah dia 
dapat tempat duduk, dia sempat menyapa seorang bapak lain di baris 
belakangnya, persis di depan saya duduk. Bis sudah penuh dan mulai 
berjalan, beberapa orang harus berdiri karena tidak kebagian tempat duduk. 
Selang 20 meter bus berhenti kembali, ada beberapa penumpang mulai naik. 
Bapak ini mulai menarik perhatian saya, karena dia memberi kode kepada 
seorang wanita muda berpenampilan pegawai kantoran yang duduk diatas motor 
di samping bis yang berhenti. Wanita itupun naik kedalam bis, sementara si 
bapak malah berdiri dari kursinya dan kemudian menyerahkan kursinya kepada 
si wanita sebelum kemudian turun dari bis.

Saya bertanya-tanya, fenomena apa ini? Apakah sudah sebegitu kerasnya 
perjuangan mendapat kursi di bis sampai perlu ada calo khusus?
Jawabannya saya dapat dari bapak di depan saya. Ternyata wanita itu putri 
si bapak yang turun dari bis. Saya perhatikan wajah si bapak yang saat ini 
sudah duduk diatas motor disamping bis tadi. Seperti senang sekali bisa 
mempermudah hidup putrinya walau mungkin hanya sekedar untuk 2 jam perjalanan..
Oh bapak, terima kasih sudah menginspirasi saya.. Anak-anak kita adalah 
titipan Allah. Jaga, rawat dan sayang adalah kata yang harus menghiasi 
interaksi kita dengan mereka..

3desember, diatas kursi yang diantar 4 roda berputar