Sunday, January 21, 2018

Seperti (Memang) Sebuah Keluarga

Pas pertama kali gua ke pabrik gua iseng-iseng bertanya ke salah seorang karyawan yang ada di bagian quality control
"Mbak sudah berapa lama kerja di sini?"Tanya gua.
"Sudah lima tahun Pak."Hehe gua dipanggil 'bapak'. Nikah aja belum.
"Apa sih yang bikin betah kerja di sini?"
"Di sini semuanya udah kayak keluarga aja."

Hmmm. Emang sih gua rasain di sini rasa kekeluargaannya tinggi banget. Gua bisa lihat owner-nya biasa bertegur sapa dengan para karyawan dengan berbagai level. Atau kita bisa ngobrol dengannya tanpa kita sadari kalau dia itu yang punya perusahaan ini. Terus juga antar departemen tuh enggak ada persaingan saling menjatuhan gitu. Semuanya dikerjakan secara gotong royong.

Eh, gua ulangi lagi. Di sini memang sebuah keluarga besar. Memang benar-benar sebuah keluarga. Bukanya hanya merasa sebagai keluarga saja. Selama beberapa waktu di sini gua udah kenal beberapa orang karyawan yang kalau difikir-fikir lagi ada hubungan keluarga. Misalnya :
1. Mbak Tari bagian penimbangan punya suami di bagian printing.
2. Pak Kariman operator senior di gudang packaging punya keponakan sebagai admin di gudang packaging.
3. Teh Ilah di filling punya suami, Mas Sugi di bagian labelling. Dan dia juga punya adik di produksi sebagai admin. Dan adiknya itu punya suami sebagai operator gudang raw material.

Ini baru sedikit contoh. Belum contoh-contoh yang lain. Terus kalau Lu mikirnya ada hubungan keluarga, pasti ada yang membentuk keluarga baru kan?

Berbeda dengan kebanyakan perusahaan, di sini tidak diharamkan jatuh cinta menikah sesama karyawan. Malah ada salah satu atasan yang menganjurkan. Karena kalau ada karyawan, terutama perempuan, menikah pasti dia akan ikut suaminya. Kalau suaminya sama-sama karyawan di sini satu aset perusahaan telah terselamatkan. Jadi kalau Lu di sini mendapatkan jodoh di sini dan menikah maka Lu enggak usah takut untuk resign dan mencari pekerjaan baru.

Sebenarnya kita beranak-pinak (dari pada gua bilang berkembang biak) di sini tidak lain tidak bukan karena kita mengikuti para pimpinan perusahaan. Gua bekerja di perusahaan milik sebuah keluarga. Di sini yang menjadi komisarisnya adalah Ibu. Yang menjadi Direkturnya adalah Bapak. Yang menjadi manager-managernya adalah anak-anak beserta para menantunya. Jadi kalau meeting direksi adalah meeting keluarga. Membahas masalah perusahaan adalah membahas masalah keluarga. Maaf ya Pak Bu, kalau kebetulan baca blog.

Dan memang benar kejadian, bahkan banyak kejadian karyawan yang jadian sama karyawan lain. Bahkan kejadiannya tidak hanya sesama departemen atau level yang sama. Ada bagian produksi menikah dengan bagian maintenance. Ada bagian PPIC menikah dengan karyawan Purchasing. Ada bagian RND menikah juga dengan Purchasing. Eh, kenapa banyakan dari Purchasing ya? Mungkin karena mereka jago menawar harga mereka juga jago menawar cinta (ceile).

Yang gua bayangin adalah bagaimana cinta mulai tumbuh. Kalau kata pepatah dari mata turun ke hati. Mungkin ini dari meeting turun ke hati. Pada mulanya mereka meeting membahas permasalahan bahan baku. Lama-lama menjadi meeting permasalahan bahan rumah tangga.
"Mbak aku membutuhkan bahan baku untuk membangun rumah tangga. Bahannya sudah ada yaitu aku dan kamu."
Mungkin begitulah kira-kira yang terucap. Suit suit.

Kalau acara nikahannya juga jadi seperti acara perusahaan. Kemarin bertemu di pabrik dengan memakai seragam pabrik, sekarang bertemu dengan pakaian baju batik dan kebaya. 

Namun karena ini sudah keluarga kadang-kadang masalah keluarga ikut kebawa-bawa dalam urusan pekerjaan.
"Pak Mbak Min menolak untuk lembur."
"Kenapa?"
"Soalnya suaminya enggak lembur. Enggak ada temen bareng pulang."
"Apa?" Mereka maunya lembur di rumah ternyata.
 Menghadapi kasus seperti ini, dilematis. Disuruh lembur, dia enggak ada yang ngaterin pulang. Kalau gua yang nganterin bisa masalah baru. Kalau dia enggak lembur masalah produksi. Dan gua nanti disangka ada pilih kasih.

Akhirnya gua telepon atasan suaminya.
"Pak Anton. Suami Mbak Min lembur enggak?"
"Enggak."
"Tolong dilemburin dong."
"Kenapa?"
"Soalnya istrinya lembur."
"Hah?"

Ini adalah hal absurd yang pernah terjadi. Seorang karyawan lembur karena istrinya lembur. Dengan segala modifikasi akhirnya suaminya dipaksa untuk lembur agar istrinya bisa lembur.

Dalam keluarga setiap pemasalahan harus diselesaikan secara kekeluargaan. Begitu juga perusahaan yang sudah kita anggap sebagai keluarga.

2 comments:

  1. Nice writing Kang 👍. Btw, jad Kang Hasan juga mau berkeluarga dengan sesama manajer di pabrik itu Kang? Supaya rasa kekeluargaannya semakin kuat? Hehe ...

    Ditunggu blogwalkingnya juga ke www.lenypuspadewi.com ya Kang :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya sdh berkeluarga sebelum kerja. Nikah dulu baru kerja. :)) Tulisan ini semi imajinasi dengan data yang Ada. Hatur nuhun

      Delete