Tuesday, November 28, 2017

Black Operation 02

lanjutan dari sebelumnya

"Kucingnya mana?"
"Tadi aku taruh di ruang setrika." Kata Egi.

Kami berdua bergegas ke ruang setrika. Namun jangankan badannya kucing, suara kucing pun tak ada.
"Kok gak ada Gi?
"Tadi aku taruh sini."
"Kamu nyimpennya di mana?"
"Di dalam kardus."
"Dilakban gak?"
"Enggak."
"Pantes kalau begitu. Kucingnya bisa keluar. Sekarang kita cari ke seluruh asrama. Kamu periksa seluruh ruangan di depan. Saya yang di belakang ya?"
"Ya."

Mulailah kami berpencar untuk menemukan target kami. Aku memeriksa seluruh kamar yang ada di belakang bangunan utama, termasuk kamar mandi dan dapur. Setelah mencari - cari hasilnya nihil, tak ada kucing sama sekali. Karena yakin tidak menemukan apa pun, aku menyusul Egi ke depan. Dia sedang mematung di depan kamar 01.

"Bagaimana Gi?"
"Kucingnya ada di dalam."Jawab Egi dengan suara yang dibuat pelan.
"Kenapa gak masuk?"
"Ada Bang Heldi lagi tidur."Jawab Egi dengan memberi tanda jangan berisik.

Bang Heldi adalah salah satu penghuni senior yang ditakuti. Buat para penghuni baru jangan coba - coba untuk mencari masalah dengannya.
"Bang makan Bang." Tanyaku berbasa - basi menawarkan makan suatu ketika.
"Sini aku makan!" Jawab dia, tangannya mau mengambil piringku.
Tanganku refleks menjauhkan piring dari dia.
"Katanya nawarin makan?"
Aku hanya terdiam. Dalam hati membatin, ini kan cuma basa - basi bentuk kesopanan saja.

Suatu saat aku tidak menawarkan makan. Kapok aku menawarinya, ternyata.
"Eh, mana sopan santun Kau? Masak makan enggak nawar-nawarin?"
Aku hanya terdiam. Mati kutu. Kelar hidup Luh.

"Kok diam aja San?"Tanya Egi yang melihat aku belum masuk juga.
"Gimana ya Gi. Ini kan kamarnya Bang Heldi. Dia kan paling marah kalau dibangunin tidur."
Egi ikut mengamini. Kami berdua sama - sama tidak berani masuk ke dalam.

"Eh, San aku ada ide."
"Apa idenya?"
Egi langsung membisikan idenya ke aku. Idenya cukup brilian.

Kami pun mulai melaksanakan operasi ini dengan ketat. Setiap detik mulai dihitung. Mula - mula Egi, menyiapkan kardus dan lakbannya di ruang setrika. Dia juga menyiapkan motor dengan kuncinya sudah terpasang di belakang siap dikebut.
"Siap Gi?"
Egi menjawab dengan memberikan tanda jari OKE.
Operasi pun dimulai.

"Bang Heldi! Bang Heldi!" Aku berteriak - teriak di depan kamar 01.
"Hei siapa yang berani ganggu aku tidur?"Jawab Bang Heldi dengan marah. Dia langsung keluar kamar."Kamu berani ganggu tidur aku huh?"
"Ada telfon buat Abang."
"Dari siapa?
"Enggak tahu. Tapi kayanya dari cewek."
"Siapa namanya?"Suaranya baru melunak. Bang Heldi ini terkenal kalau soal urusan ini.
"Aduh aku lupa namanya. Coba Abang tengok ke sana."Aku mengajak Bang Heldi ke telfon umum asrama yang ada di belakang dekat dapur. Dia pun mengikuti.

Ketika aku dan Bang Heldi ke belakang Egi, cepat bergerak masuk kamar 01 yang kosong. Dia bertugas untuk menangkap target.
"Eh, mana suaranya?"Tanya Bang Heldi ketika mengangkat gagang telfon.
"Mungkin sudah diputus dari sana Bang. Habis Abang lama kali dipanggil - panggil."Aku coba beralasan padahal memang tidak ada telfon buat dia.
"Kalau gitu aku balik kamar. Nanti kalau ada telfon lagi, kasih tahu aku ya."
"Eh, jangan Bang. Siapa tahu sebentar lagi dia mau telfon. Siapa tahu memang rejeki Abang. Siapa tahu ini telfon dari cewek cantik."Aku mencoba mengulur - ngulur waktu agar Bang Heldi tidak cepat - cepat balik ke kamarnya; supaya Egi punya cukup waktu untuk menuntaskan misinya.

Bang Heldi mau menunggu telfon berikutnya. Dalam hati aku deg - degan sambil berharap agar Egi cepat mendapatkan kucingnya.
"Halo Bang Heldi!" Egi melambaikan tangan ke kami berdua terus berbelok ke ruang setrika. Alhamdulillah, sepertinya operasi berjalan dengan lancar.
"Wah Bang. Kayanya belum rejeki nih."Kataku membuka kembali percakapan."Nanti kalau ada telfon lagi, saya janji minta nama sama nomor yang bisa dihubungi."
Bang Heldi tidak menjawab apa - apa. Dia langsung menuju kamarnya.

Tanpa buang - buang waktu, saya segera menuju ruang setrika.
"Gimana Gi?"
"Berhasil." Jawab Egi sambil menunjukkan kardus yang sudah diberi lakban kuat-kuat."Pegang San!" Dia menyerahkan paket berisi kucing kepadaku.

Egi mulai menstarter motor pinjamannya. Begitu menyala aku langsung duduk membonceng di belakangnya. Dengan kecepatan penuh kami menuju pasar untuk mengamankan korban.
"GI! PELAN -PELAN AJA! ENGGAK USAH NGEBUT!"Teriakku agar suaraku terdengar oleh Egi diantara bisingnya suara motor.
"JUSTRU HARUS NGEBUT!"
"KENAPA?"
"KUCINGNYA EEK DI KAMAR BANG HELDI!"
Kelar hidup Luh!

#DWC30
#Squad 1
#Jilid 10
#Day 3
 




0 comments:

Post a Comment