Friday, December 22, 2017

Asep Asep

Pernah saya tidak sengaja kenalan dengan seseorang yang bernama Asep.
"Hasan."Saya mulai memperkenalkan diri.
"Asep. Panggil aja Asep Villa."Jawabnya sambil tersenyum.
"Kenapa?" Tanya saya ingin tahu alias kepo. Terbayang Pak Asep ini menggunakan kupluk, berjaket dan sarungan. Tidak lupa tangannya membawa senter sambil menawarkan Villa:"Villa, Villa."
"Saya punya villa di Cipanas. Saya  suka nawarin ke orang-orang yang sedang liburan. Jadinya dipanggil Asep Villa."Tambahnya.
"Oooo."Ternyata tebakan saya tidak meleset. Ada rasa senang di hati saya.
"Kalau Bapak maen, tanya aja dimana rumah Asep Villa, pasti pada kenal."
"Ya ya ya."

Ada lagi Asep Tato. Dipanggil demikian karena seluruh tubuhnya dipenuhi dengan Tato. Ustadz lokal di daerah Bandung ini memang dulunya akrab dengan dunia premanisme dimana tato sebagai "hiasannya".

Walau pun sudah hijrah, panggilannya tetap Asep Tato. Mungkin sudah kadung menjadi "trade mark" kalau dipanggil menjadi Asep Hijrah atau Asep Tobat  malah tidak ada yang mengenalinya.

Beginilah "nasib" orang-orang yang memiliki nama sejuta atau banyak yang menggunakannya. Harus mencari pembeda atau diferensiasi namanya.

Nama Asep adalah nama generik untuk penduduk Tatar Sunda. Banyak sekali orang yang memakai nama ini. Sama dengan nama Sugeng dan Bambang di masyarakat Jawa dan Ucok di masyarakat Batak. Karena banyak nama yang sama akhirnya orang menambahkan embel-embel di belakangnya. Embel-embel ini diambil yang paling melekat ke si pemilik nama. Misalnya Asep Villa karena memang memiliki dan suka menawarkan Villa.

Namun Kalau kita ingin diferensiasi nama kita, sebaiknya kita mengikuti orang-orang zaman dulu. Biasanya namanya dinisbatkan ke asalnya bukan tatonya atau yang lainnya. Apalagi nama itu adalah doa juga. Misal Ahmad Khatib Al-Minangkabawi seora imam Masjidil Haram yang berasal dari Minangkabau Indonesia,
Syekh Nawawi Al-Bantani yang berasal dari Banten.  Atau Abdurrahman Maturo, seorang pangeran dari Pulau Madura yang dibuang oleh Belanda ke Afrika Selatan. Di sana dia menyebarkan agama Islam sampai meninggal.

"Bapak turun dimana?"Seorang penumpang travel trayek Bandung Jakarta bertanya. Sedari tadi kami sudah ngobrol ngalor-ngidul.
"Di Cipulir Pak."
"Bilang aja nama saya Agus Dollar. Pasti kenal orang di situ."
"???"

#30dayswritingchallenge
#30dwc
#jilid10
#squad1
#day26

0 comments:

Post a Comment